Pekan lalu, ratusan pengungsi Muslim Rohingya dan Bangladesh terdampar di Indonesia. Mereka sempat diusir oleh TNI Angkatan Laut Indonesia, namun akhirnya bisa bersandar karena ditolong oleh nelayan di perairan Aceh. Kondisi mereka sangat mengenaskan, mereka telah terombang-ambing selama dua bulan di lautan dengan bekal yang terbatas. Bahkan beberapa di antaranya mengalami gangguan jiwa dan meloncat ke lautan lepas.
Indonesia bukan kali ini kedatangan pengungsi dalam jumlah besar. Dalam beberapa tahun belakangan, warga Rohingya yang mengalami tekanan dan ancaman di negaranya, Myanmar, menyebar ke berbagai negara, dan Indonesia adalah salah satu tujuannya. Lalu bagaimana seharusnya sikap Indonesia terhadap mereka. Indonesia memang belum memiliki regulasi tentang pengungsi. Indonesia juga belum meratifikasi Konvensi tentang Pengungsian tahun 1951. Lalu apakah Indonesia hanya diam dan membiarkan mereka merana? Demikia petikan wawancara KBK dengan pengamat hukum Universitas Indonesia yang juga founder Pusat Advokasi dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) yang concern dengan isu Rohingya, Heru Susetyo.
Bagaimana seharusnya Indonesia bersikap terhadap pengungsi Rohingya?
Indoensia memang belum memiliki kebijakan, tapi kita punya semacam solidaritas sosial. Mungkin jika mereka terdampar di Australia mungkin akan
diusir. Walaupun kita bukan termasuk negara penandatangan dari Konevensi Pengunggsi tahun 1951, cukup kita berpikir bahwa mereka adalah warga negara ASEAN. Walaupun di negaranya tidak diakui sebagai warga negaranya. Selain itu sebagian besar mereka juga muslim atau mungkin semuanya muslim sehingga solidaritas dari masyarakat Indonesia cukup tinggi. Indonesia juga berkemungkinan akan menyerahkan status mereka selanjutnya ke UNHCR atau komisi tinggi PBB masalah pengungsi ataupun ke IOM yang memang bertanggung jawab menangani pengungsi atau pencari suaka interansional.
Terkait dengan undang undang terkait imigrasi, apakah mereka disamakan hak dan statusnya sama imigran lainnya?
Dilihat dari maknanya, imigran dengan pengungsi berbeda. Imigran itu motifnya ekonomi dan pekerjaan, serta mencari penghasilan yang lebih layak. Mereka yang imigran bukan sekedar karena negara-negara yang bermasalah, ada juga negara yang tingkat kemiskinannya tinggi dan mencari kehidupan di tempat lain. Contohnya tidak sedikit masyarakat Indoensia yang mencari pekerjaan seperti di Malaysia atau Singapura. Kalau pengungsi adalah mereka yang terusir dari negaranya bukan atas kemauaannya sendiri, karena mereka menjadi korban ataupun terancam secara fisik, psikis, seksual, ataupun secara politik. Sehingga di Indonesia mereka dikatakan pengungsi yang sementara dan tidak selamanya.
Apa yang telah dilakukan pemerintah terhadap pengungsi tersebut sudah tepat?
Karena mereka masuk dengan cara yang tidak resmi, maka sebagian pengungsi tersebut ditahan di Rudenim(Rumah Detensi Imigrasi). Cuma masalahnya, tidak semua provinsi di Indonesia memiliki Rudenim. Kalaupun ada, kapasitasnya terbatas, akhirnya sebagian ditampung di Rudenim dan sebagian ditampung di Dinas Sosial ataupun di balai-balai penampungan sementara sambil menunggu proses UNHCR ataupun dari IOM. Jadi statusnya parkir sementara.
Sampai seberapa lama pemerintah Indonesia menempatkan pengungsi tersebut di tenda-tenda atau Rudenim?
Tidak ada batas waktu, kalau bisa ditransfer ke negara lain itu lebih bagus. Masalahnya, mereka siapa yang mau menerima? Ini sama seperti buah simalakama, dipulangkan ke Myanmar, Myanmar tidak mengakui. Terus ke Australia mereka tidak mau menerima. Kita hanya bisa membantu sebatas solidaritas sosial secara ASEAN saja, harusnya yang bertanggung jawab jelas negara Myanmar, karena itu warga negara mereka. Kita pun menunggu proses dari IOM atau UNHCR, tapi tidak semua diproses karena untuk sampai jadi pengungsi dengan status “Refugees” prosesnya cukup lama, karena mengunggu lampu hijau dari negara penerima seperti Kanada, Selandia Baru, Belanda, Perancis, Swedia, Norwegia, dan sebagainya. Mereka tidak langsung menerima dan selalu ada pemprosesan.
Selama masa tunggu mereka jadi pengungsi, apa yang semestinya dilakukan pemerintah ?
Menampung, karena tidak ada yang bisa dilakukan selain menampung. Itu juga ada masalah karena Rudenim juga terbatas serta anggaran buat menampung juga tidak terlalu banyak. Jika penampung dengan jumlah yang terlalu besar negara pun kelimpungan untuk menyediakan sanitasi, makanan, kesehatan.
Bagaimana peran Indonesia terkait isu tersebut di level internasional?
Indonesia hanya bersifat sebagai fasilitator saja, yang bertanggung jawab sebenarnya Myanmar dan badan PBB. Indonesia sekarang sudah bagus perannya, untuk menampung sementara dan kita tidak melakukan pengusiran. Berbeda seperti Thailand yang sempat mengusir.
Isu itu sebenarnya jadi pembicaraan khusus di level ASEAN. Masalahnya Myanmar mau peduli atau tidak dengan rakyatnya itu. Myanmar hanya lepas tangan, mereka pikir itu bukan warga mereka padahal mereka sebenarnya warga negara Myanmar.