Saudaraku,
jodoh itu bukan soal siapa yang kau cari dengan susah payah, tapi siapa yang, pada akhirnya, menemukanmu. Ia seperti tarikan bumi terhadap segala yang terlontar ke langit—kau bisa terbang sejauh mungkin, mendaki ketinggian, melampaui gunung dan samudra, namun akan tetap jatuh dalam pelukan asalmu.
Ada hukum sunyi yang bekerja di luar kehendakmu; sebuah gaya yang mengatur pertemuan tanpa perlu paksaan. Seperti embun yang tahu kapan harus jatuh ke rerumputan, seperti daun kering yang akhirnya berserah pada angin. Begitu pula jodoh—datang bukan karena kepandaianmu mengatur langkah, melainkan karena semesta telah menuliskan jalannya.
Sejauh apapun engkau mengembara, sehebat apapun engkau membangun tembok di sekeliling hati, tetap ada satu nama yang diam-diam mengeja dirimu dalam setiap denyut napas. Ada satu jiwa yang, tanpa kau tahu, telah menghafal sepi dan harapmu.
Jodoh adalah panggilan pulang—bukan hanya kepada seseorang, tetapi kepada bagian dari dirimu yang pernah hilang. Ia datang tidak untuk menambal kekuranganmu, tetapi untuk menyempurnakan perjalananmu. Ia bukan cermin yang memantulkan bayangmu, tetapi lensa yang memperjelas arahmu.
Seperti besi sembrani, dua kutub yang tampak bertolak malah saling mengikat. Perbedaan yang tadinya menakutkan perlahan menjadi jembatan, menjadi tarikan halus yang mengajari kita tentang sabar, tentang percaya, tentang bagaimana dua dunia bisa berbagi langit yang sama.
Jodoh adalah keajaiban kecil dalam perjalanan panjang manusia– keajaiban yang membuat kita paham bahwa cinta tidak selalu tumbuh di tanah yang subur, tidak selalu datang dari arah yang kita duga, tetapi tetap menemukan jalannya, seperti akar yang menyelinap melewati batu-batu keras, mencari air kehidupan.
Saudaraku, jangan tergesa dalam menakar jodohmu. Ia bukan siapa yang paling cepat datang, tetapi siapa yang tak pernah lelah bertahan. Bukan siapa yang membuatmu mabuk bahagia sesaat, tetapi siapa yang bersedia menggenggam tanganmu ketika musim berubah.
Dan ketika kau menemukannya, kau akan tahu: bukan hatimu yang menyerah, melainkan semestamu yang akhirnya pulang.