Hari Buruh Internasional, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, bukan hanya momentum untuk merayakan kontribusi pekerja terhadap pembangunan ekonomi, tetapi juga kesempatan untuk merefleksikan kesejahteraan mereka secara menyeluruh, termasuk kesehatan jiwa.
Tahun 2025, isu kesehatan mental pekerja semakin menjadi sorotan, mengingat tekanan kerja yang terus meningkat di era globalisasi dan digitalisasi.
Tema Hari Buruh Nasional di Indonesia tahun ini adalah “Merajut Kebersamaan untuk Peningkatan Kesejahteraan Pekerja dan Produktivitas Nasional”. Tema ini menekankan pentingnya sinergi antara pekerja, pemerintah, dan dunia usaha untuk menciptakan ekosistem kerja yang inklusif, produktif, dan sejahtera.
Pentingnya Kesehatan Jiwa dalam Dunia Kerja
Kesehatan jiwa pekerja adalah aspek fundamental yang memengaruhi produktivitas, inovasi, dan stabilitas perusahaan. Stres kerja, burnout, dan depresi menjadi tantangan besar yang dihadapi oleh banyak pekerja di berbagai sektor.
Lingkungan kerja yang tidak sehat secara mental dapat menurunkan motivasi, meningkatkan risiko kesalahan kerja, dan bahkan menyebabkan konflik interpersonal.
Masalah kesehatan jiwa pada buruh di Indonesia mencakup stres kronis, burnout, hingga depresi yang sering kali tidak terdeteksi atau tidak mendapatkan penanganan yang memadai.
Tekanan kerja yang tinggi, budaya lembur wajib tanpa kompensasi, dan minimnya akses layanan konseling menjadi faktor utama. Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa 1 dari 8 orang mengalami gangguan kesehatan jiwa, dengan 15% di antaranya berada pada usia kerja. Masalah ini tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada produktivitas organisasi dan ekonomi secara keseluruhan.
Secara global, masalah kesehatan mental di tempat kerja diperkirakan memberikan dampak ekonomi yang sangat signifikan. Menurut estimasi dari World Federation for Mental Health (WFMH), kerugian ekonomi akibat gangguan kesehatan mental—yang mencakup kehilangan produktivitas, absensi yang meningkat, dan biaya pengobatan—diperkirakan mencapai sekitar US$1 triliun per tahun. Angka ini mencerminkan betapa besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung oleh perusahaan dan pemerintah di seluruh dunia akibat dampak kesehatan mental yang buruk di lingkungan kerja .
Di Indonesia, meskipun data mengenai nilai kerugian ekonomi spesifik masih bervariasi dan belum terdokumentasi secara menyeluruh dalam satu angka resmi, beberapa survei memberikan gambaran mengenai tingkat tekanan mental yang dialami pekerja. Misalnya, laporan State of the Global Workplace 2025 dari Gallup menunjukkan bahwa sekitar 15% pekerja Indonesia merasa stres di tempat kerja, dengan potensi penurunan produktivitas dan kenaikan biaya kesehatan yang terkait.
Jika ditinjau secara proporsional, dampak kerugian ini—yang mencakup biaya atas absensi, penurunan kinerja, dan biaya pengobatan—diperkirakan mencapai nilai miliaran rupiah setiap tahunnya. Data ini menegaskan urgensi kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan serikat pekerja untuk mengembangkan solusi yang dapat mengurangi beban ekonomi dari masalah kesehatan mental .
Kesehatan mental memiliki hubungan erat dengan penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Stres kronis dan gangguan mental dapat memicu perubahan hormonal dan inflamasi yang meningkatkan risiko PTM. Sebaliknya, individu dengan PTM sering kali mengalami gangguan kesehatan mental akibat tekanan hidup dan pengelolaan penyakit yang kompleks.
Prevalensi PTM terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia, di mana penyakit kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian. WHO mencatat bahwa investasi dalam pengendalian PTM dan kesehatan jiwa menjadi prioritas utama untuk mencapai target kesehatan global pada tahun 2025.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah seperti menyediakan layanan konseling di fasilitas kesehatan, mengadakan skrining kesehatan jiwa di tempat kerja, dan meningkatkan literasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental. Program seperti Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP) juga telah diperkenalkan untuk memberikan dukungan awal bagi pekerja yang mengalami krisis emosional. Di tingkat global, berbagai perusahaan mulai menerapkan kebijakan kerja fleksibel, program kesejahteraan mental, dan pelatihan manajemen stres untuk mendukung kesehatan jiwa pekerja.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Buruh perlu mendapatkan pekerjaan yang layak, atau yang dikenal sebagai “decent work,” dimana konsep ini mencakup berbagai aspek penting untuk memastikan kesejahteraan pekerja. Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kerja layak memiliki empat elemen utama:
Penciptaan Lapangan Kerja: Semua orang, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, harus memiliki akses ke pekerjaan yang sesuai dengan usia produktif tanpa diskriminasi.
Kondisi Kerja yang Layak: Pekerjaan harus memberikan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, jam kerja yang wajar, hari libur, dan perlindungan terhadap diskriminasi. Selain itu, pekerja harus bekerja dalam lingkungan yang aman secara fisik dan psikologis.
Proteksi Sosial: Pekerja harus memiliki akses ke layanan Kesehatan termasuk Kesehatan jiwa, pensiun, cuti, dan perlindungan sosial lainnya untuk memastikan kesejahteraan mereka.
Dialog Sosial: Pekerja harus memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka, berserikat, dan berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan yang memengaruhi mereka.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan besar tetap ada. Di Indonesia, akses terhadap layanan kesehatan jiwa masih terbatas, terutama bagi buruh di sektor informal. Stigma terhadap gangguan kesehatan mental juga menjadi hambatan signifikan dalam mencari bantuan. Secara global, tantangan meliputi kurangnya investasi dalam program kesehatan jiwa, ketimpangan akses layanan antara negara maju dan berkembang, serta tekanan ekonomi yang terus meningkat.
Hari Buruh 2025 adalah pengingat bahwa pekerja bukan hanya roda penggerak ekonomi, tetapi juga manusia yang memiliki hak atas kesejahteraan fisik dan mental. Dengan memperhatikan kesehatan jiwa pekerja, kita tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan. Selamat Hari Buruh!