Kesenyapan Ketidakpercayaan

0
58

Saudaraku, dalam gemuruh kerumunan, negeri ini terasa kian senyap. Bukan karena tak ada keriuhan suara, tapi sulit menemukan suara yang jelas dan pantas didengar. Pembicara tak menemukan pendengar percaya. Pendengar tak menemukan pembicara terpercaya.

Krisis kepercayaan adalah senyap yang memekakkan, sebuah retakan halus yang perlahan menjalar, meruntuhkan fondasi yang pernah kokoh. Ibarat badai sunyi yang menggulung jiwa, menghantam pelabuhan-pelabuhan kecil tempat berlindung.

Ia datang tanpa peringatan, meruntuhkan jembatan-jembatan yang pernah dibangun dgn tangan penuh harap; menyisakan reruntuhan—pecahan janji, serpihan harapan, dan gema bisu dari kejujuran yang pudar. Ia menggulung seperti kabut tebal pagi hari, menyelimuti segala arah, membuat kita ragu pada setiap langkah. Apa yang dulu terasa pasti kini menjadi teka-teki, penuh bayang kebimbangan.

Dalam krisis kepercayaan ini, kata-kata kehilangan makna, janji menjadi gema yang hampa. Mata yang dulu kau percaya kini terasa asing, seperti cermin retak yang memantulkan bayangan tak utuh, membuatmu meragukan siapa pun.

Segalanya terasa seperti teka-teki tanpa akhir. Kata-kata yang dulu hangat kini terdengar dingin, bak angin malam yang menusuk. Tatapan yang pernah menjadi pelipur lara berubah menjadi bayangan samar, tak lagi mengundang rasa aman. Setiap detik adalah pergulatan, antara ingin percaya lagi atau menyerah pada keraguan.

Kepercayaan adalah benang halus yang menenun hubungan, tetapi saat ia terputus, dunia terasa sunyi. Tak ada lagi pelukan hangat, hanya dingin yang menyelinap ke dalam dada. Hati yang pernah terbuka kini menjadi benteng berdinding tinggi dgn gerbang terkunci.

Namun, di tengah reruntuhan itu, ada pelajaran yang diam-diam berbisik. Bahwa kepercayaan bukanlah hadiah, melainkan proses. Ia tumbuh perlahan, bak tunas kecil yang mencari cahaya. Kendati krisis ini menyesakkan, ia adalah panggilan utk menata ulang, untuk memulai kembali, bukan dgn janji, tetapi dgn ketulusan. Krisis ini juga cermin yang memaksa kita menatap diri sendiri, menelusuri retakan yang tak hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam. Berani jujur pada nurani sendiri sbg basis pemulihan kepercayaan publik.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here