LANGSA – Matahari baru saja condong ke barat. Suhu terasa panas dan terik, para manusia perahu asal Bangladesh yang ditempatkan di gudang II Pelabuhan Kuala Langsa Aceh Timur tidak tahan kegerahan. Semuanya 425 orang jumlahnya dan semuanya laki-laki. Hampir semua dari mereka membuka baju karena kegerahan. Sebagian dari mereka masih memakai sarung setelah melaksanakan shalat zuhur berjamaah di lapangan.
Tidak lama beberapa petugas kepolisian mendatangi mereka. Beberapa lelaki Bangladesh yang duduk-duduk di depan pintu sontak berdiri. Tidak lama berselang, terlihat salah seorang lelaki Bangladesh berteriak dengan microphone kepada teman-temannya yang masih di dalam ruangan, teriakan itu disusul oleh teman-temannya dengan berlari keluar. Pemuda yang tadinya buka baju, langsung memasang bajunya dengan terburu-buru dan kemudian berlari ke lapangan yang tidak jauh berada di depan gudang itu. Mereka dibariskan di sana.
Seorang polisi mendampingi seorang lelaki Bangladesh untuk berkeliling, dia berteriak dengan microphone sampai ke arah gudang I yang dihuni pengungsi Rohingya. Ia berkeliling ke belakang dan ke dapur umum, selanjutnya ke tepi pantai di mana-mana orang lekaki nongkrong. Lelaki yang merasa terpanggil oleh petugas tersebut segera lari ke lapangan di mana kawan-kawannya sudah berbaris.
Seperti tentara yang siap diberangkatkan perang, para Bengali ini berbaris dengan rapi. Meski terik dan panas di lapangan itu, mereka tidak ada yang bergerak, dengan seksama mereka mendengarkan petuah dari petugas Imigrasi yang diterjemahkan oleh temannya. Ternyata ia dibariskan untuk mendengar pengumuman, bahwa dia disuruh bersiap-siap. Dalam waktu dekat mereka akan dipulangkan ke Bangladesh.
Terlihat muka mereka berseri-seri seusai pengumuman tersebut. Mereka senang karena mereka akan terlepas dari penderitaan yang dialami selama perjalanan hingga sampai terdampar di Aceh. Sekarang baru mereka mengerti, hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Lebih baik di negeri sendiri. Tadinya mereka sempat tergoda dengan hujan emas di negeri orang. Ternyata itu hanya fatamorgana, mereka hampir saja kehilangan nyawa karena mengejar impian semu itu. Beberapa temannya tentu nasibnya tidak seberuntung dia yang ditampung di gudang itu.
Sebagian dari mereka sudah bermakam di laut, karena tidak kuat menghadapi tantangan lapar. Haus, terik dan berbagai rintangan lain selama perjalanan terapung dan terombang-ambing di laut lepas, berhari dan bahkan berbulan-bulan.
“Lebih baik kami dipulangkan, dari pada dipenjara,” jelas Muhammad Iqbal, 30 tahun, salah seorang dari Bangladesh, kepada KBK seusai apel di lapangan tersebut, Kamis (28/5/2015). Iqbal sadar betul, posisinya di sana bukanlah sebagai pengungsi. Ia adalah pendatang ilegal. Demikian status yang ditetapkan untuk mereka oleh UNHCR. Berbeda dengan pendatang dari Rohingya, dia adalah pengungsi karena mereka tercabik-cabik di kampungnya sendiri dan lari menyelamatkan nyawa dan keturunannya dari amukan beraroma rasis di Myanmar.
“Untung Indonesia masih mau menampung kami dan memberlakukan kami dengan baik, ” tambah Iqbal.
Kasi Lalulintas Keimigrasian, Kota Langsa Fauzi kepada KBK membenarkan akan memulangkan segera warga Bangladesh yang terdampar di Aceh. Ia sudah dapat instruksi pusat untuk mempersiapkan mereka untuk dipulangkan. Namun ia belum dapat memastikan kapan akan mengirim warga Bangladesh itu ke negaranya.
“Duta Besar Bangladesh sudah datang ke Langsa dan mendata warganya, kita sudah sepakat untuk memulangkan mereka segera, ” terang Fauzi sesuai memimpin apel siang itu.
Fauzi mengaku sudah mendata semua warga Bangladesh dan siap menunggu keputusan pusat untuk mengirim warga Bangladesh ke negaranya. Berkemungkinan akan dikirim melalui pelabuhan Belawan, Medan. Semua warga Bangladesh, yang terdampar di Aceh akan dikumpulkan semua ke sana dan dipulangkan.
“Awalnya pemerintah akan mengirimnya bertahap, tapi karena tabiat dari warga Bangladesh yang suka bikin ribut, kita gerah juga. Jangankan dengan warga Rohingya sesama Bangladesh aja mereka sering berkelahi. Jadi mudah-mudahan pemerintah pusat sepakat untuk memulangkan mereka serentak,” jelas Fauzi mengakhiri.