Kiat China berantas korupsi

0
185
Regu tembak China sedang menggiring terhukum pidana mati ke tempat ekseskusi. China tegas menghukum mati para koruptor kakap yang jelas-jelas menjaid benalu negara dan bangsa.

SIAPKAN 100 peti mati, gunakan 99 di antaranya untuk para koruptor dan  sisakan  satu untuk saya bila saya korupsi, ” kata PM Republik Rakyat China Zhu Rongji saat acara pelantikannya pada 1998.

Praktek korupsi, di negeri dengan 1,3 miliar penduduk itu tidak pernah jera dan terus terjadi, namun keseriusan pemerintah China untuk membasmi “penyakit” birokrat dan elite yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) itu agaknya perlu ditiru.

Pemerintah China seperti dilaporkan Business Standard, Selasa (17/12)  mengeksekusi mati koruptor terbesar dalam sejarah negara, Li Jianping, mantan pejabat di Daerah Otonomi Mongolia Dalam yang juga mantan Sekretaris Komite Kerja Partai Komunis.

Li dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah usai menggelapkan lebih dari tiga miliar yuan (sekitar Rp 6,6 triliun) yang merupakan nilai terbesar dalam satu kasus korupsi sepanjang sejarah China.

Li Jianping divonis mati pada September 2022 atas tindakan korupsi, penyuapan, penyalahgunaan dana publik, dan berkolusi dengan sindikat kriminal.

Di pengadilan ia terbukti atas berbagai kejahatan, memiliki niat yang sangat jahat, menimbulkan dampak sosial yang parah, serta melakukan pelanggaran berat.

Keputusan itu dikuatkan Mahkamah Rakyat Agung Mongolia  yang menolak banding yang diajukannya dalam sidang pada Agustus 2024 dan eksekusi diperintahkan oleh Mahkamah Rakyat Tertinggi Tiongkok dan dilaksanakan oleh pengadilan di Mongolia Dalam.

Li terbukti menyalahgunakan berbagai jabatan yang diembannya sepanjang 2006 sampai 2018 untuk menggelapkan uang lebih dari 1,437 miliar yuan (sekitar Rp 3,1 trilun) dan menerima grativikasi total lebih dari 577 juta yuan (sekitar Rp 1,3 triliun) serta menyalahgunakan lebih dari 1,055 miliar yuan (sekitar Rp 2,3 triliun) dana publik dari perusahaan milik negara.

Ia juga menjalin hubungan dekat dengan seorang pemimpin sindikat kriminal dan meloloskan kegiatan ilegal organisasi tersebut.

Pengadilan memutuskan kejahatan Li sangat berat karena jumlah kerugian sangat besar dan yang dilakukannya memiliki dampak sosial yang luas.

 Kasus langka

Hukuman mati yang dikenakan pada Li Jianping, menurut harian the Independent,  termasuk kasus langka, pejabat China yang dieksekusi mati atas tuduhan korupsi biasanya mendapat penangguhan hukuman dua tahun lalu diubah mejadi penjara seumur hidup jika berperilaku baik.

Meski Presiden Xi Jinping berusaha menyingkirkan pejabat korup, Partai Komunis Tiongkok banyak memiliki kader yang terlibat korupsi. Partai tersebut memecat dua mantan menteri pertahanan dalam dua tahun terakhir karena korupsi.

Mereka diduga menerima suap serta membantu pihak lain memperoleh keuntungan yang tidak pantas.

Kasus teranyar, Kementerian Pertahanan mengungkapkan loyalis lama Xi bernama Laksamana Miao Hua yang bertugas di badan komando militer tertinggi China, Komisi Militer Pusat sedang diselidiki karena pelanggaran disiplin serius.

Data Komisi Pusat Inspeksi Disiplin dari China menunjukkan, sebanyak 610.000 pejabat partai dihukum karena melanggar disiplin partai, 49 di antaranya adalah pejabat di atas tingkat wakil menteri atau gubernur.

Dalam upaya memerangi korupsi, beberapa negara di dunia telah menerapkan hukuman mati sebagai sanksi tertinggi bagi para pelaku korupsi.

Langkah ini diambil sebagai bentuk kebijakan pemerintah untuk memberikan efek jera dan mengurangi tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

 Negara yang menghukum mati koruptor

China merupakan salah satu negara yang terkenal dengan penerapan hukuman mati bagi koruptor. Pada tahun 2011, dua mantan wakil wali kota, Xu Maiyong dari Kota Hangzhou dan Jiang Renjie dari Kota Suzhou, dijatuhi hukuman mati karena terbukti melakukan suap dengan jumlah sangat besar.

Di China, hukuman mati untuk koruptor merupakan bagian dari kampanye anti-korupsi yang keras dipimpin Presiden Xi Jinping.

Hukuman mati dianggap sebagai langkah ekstrem untuk memberantas korupsi dan memberikan efek jera yang kuat. Selain kasus Xu,  beberapa kasus lain yang menunjukkan penerapan hukuman mati bagi koruptor di China.

Bai Tianhui, mantan eksekutif Huarong Asset Management, dijatuhi hukuman mati karena menerima suap sebesar 1,1 miliar Yuan atau sekitar Rp2,45 triliun. Dia didakwa menggunakan posisinya untuk menawarkan perlakuan yang menguntungkan dalam akuisisi proyek dan pembiayaan perusahaan, dan menerima suap sebagai imbalannya.

Lai Xiaomin, mantan CEO Huarong Asset Management, dieksekusi pada Januari 2021 karena menerima suap senilai USD260 juta.  Studi menunjukkan sebagian besar warga China mendukung hukuman mati, namun pandangan ini mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan opini publik secara keseluruhan.

Selain China, sejumlah negara seperti Korea Utara, Iran dan Vietnam dan Thailand. Pemimpin Korut Kim Jong-un bahkan mengeksekusi pamannya sendiri, Chang Song-thaek, pada 2013 dan Panglima Operasi Tentara Rakyat Jenderal Pyon In Son.

Vietnam juga menerapkan hukuman mati tak saja terhadap  koruptor, tetapi juga kejahatan lain seperti perdagangan narkoba dan pembunuhan.

Truong My Lan, pengusaha properti, divonis hukuman mati karena terbukti korupsi sebesar USD12,5 miliar atau sekitar Rp200,841 triliun.

Sedangkan negara anggota ASEAN lainnya,  Thailand mempertimbangkan menerapkan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi dengan nilai senilai 1 miliar Bath atau Rp374,5 miliar.

Tujukkan keseriusan basmi korupsi

Penerapan hukuman mati bagi koruptor di beberapa negara ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memerangi korupsi.

Meskipun demikian, efektivitas hukuman mati sebagai pencegah atau efek jera masih menjadi topik perdebatan di banyak kalangan.
Iran juga termasuk dalam daftar negara yang memberlakukan hukuman mati bagi koruptor. Pada September 2018, Iran menghukum mati Vahid Mazloumin dan Mohammad Esmail Ghasemi atas tuduhan korupsi terkait kasus manipulasi pasar emas dan mata uang Iran.

Di Iran, hukuman mati untuk koruptor adalah bagian dari sistem hukum yang ketat dan merupakan salah satu cara pemerintah dalam memerangi korupsi.

Ada beberapa poin penting mengenai hukuman mati bagi koruptor di Iran. Pada Agustus 2018, Kepala Kehakiman Iran mendapatkan persetujuan dari Pemimpin Tertinggi Iran untuk membentuk pengadilan khusus yang menangani kejahatan yang melibatkan korupsi keuangan.

Iran memiliki kebijakan kerahasiaan yang ketat terkait eksekusi hukuman mati, sehingga tidak banyak informasi yang dilaporkan secara luas.

Sebaliknya, di Indonesia pemberenatasan korupsi walau dikumandangkan oleh segenap elite, baik birokrat d eksekutif, politisi dan kalangan legislatif serta judikatif, pelaksanaannya tersendat sendat karena berbagai kendala.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tadinya menjadi lembaga superbodi, dibonsai kewenanganannya dalam penyelidikan dan penydidikan dengan UU Revisi KPK No. 19  tahun 2019  yang memuat 26 poin pelemahan dalam pasal-pasalnya.

Selain terkait perundang-undangan, KPK juga dlemahkan oleh figur-figur internal kepemimpinannya sendiri

Ketua KPK Firli Bahuri tesandung kasus pemalakan entan Syahrul Yasir Limpo, sementara pimpinan lainya Yakni Nurul Ghufron,  Alexander Marwata dan Ny Lily Pintauli Siregar dalam kasus gratifikasi.

Jadi ironis, dari lima pimpinan KPK, hanya satu-satunya yakni Nawawi Pomolago yang belum terkena kasus, sedangkan 70 karyawan KPK juga teserat kasus pugli rutan KPK.

Publik bingung, entah mau kemana KPK?

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here