AKSI bombardemen Israel terhadap posisi-posisi milisi Hamas di Gaza, Palestina masih terus menelan korban warga sipil, sementara eskalasi konflik terus meluas dan menyeret sejumlah kelompok dan negara.
Dalam perkembangan teranyar, Iran melakukan serangan rudal ke wilayah Balukistan, Pakistan (16/1) yang dijadikan markas kelompok ekstrim Sunni, sebaliknya Pakistan merasa kedaulatannya terusik.
Sebelumnya, Iran yang berada di belakang kelompok Hamas, Palestina, Hisbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman, juga menyerang tetangganya, Irak dan juga Suriah sebagai balasan atas aksi bunuh diri oleh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) awal Januari lalu.
Houthi juga tak henti-hentinya menyerang Arab Saudi dengan rudal, dipicu keterpihakan Arab Saudi pada rezim di Yaman pimpinan Presiden Abdurabuh Mansour Hadi sebelumnya, lawannya Houthi.
Sementara perang di wilayah Gaza, Palestina sejak 8 Okt. tahun lalu masih terus menelan korban terutama masyrakat sipil yakni perempuan dan anak-anak akibat bombardemen Israel dalam upaya memburu Hamas.
Korban penduduk Gaza dan milisi Hamas, Palestina yang tewas sejak invasi Israel, 8 Okt. 2023 hingga 17 Jan. ’24 diperkirakan sudah mencapai 24.000 orang, 60.000 terluka, lebih separuhnya anak-anak dan perempuan.
Konflik Gaza antara Hamas dan Israel terus bereskalasi dan meluas, menyeret kelompok Hisbullah, Houthi, Arab Saudi, Iran, Yaman, Pakistan.dn
Iran meluncurkan rudal ke kota Erbil, Irak (16/1), dilaporkan mengenai rumah dan menewaskan penghuninya, jutawan etnis Kurdi, Peshra Dizave serta merusak kantor dinas intelijen Irak.
Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) mengaku melakukan serangan tersebut, menyasar markas intel Israel di Irak dan merudal markas kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sebagai balasan aksi bunuh diri di Iran yang menewaskan 87 orang awal Januari lalu.
Serangan tersebut dikhawatirkan bisa membuka lagi dendam dan luka lama kedua negara bertetangga, Iran dan Irak yang pernah terlibat perang besar selama hampir delapan tahun.
Perang yang berlangsung antara dari September 1980 – Agustus 1988) dipicu sengketa perbatasan, menewaskan sekitar 350.000 sampai 875.000 anggota tentara dan milisi kedua belah pihak.
Sementara di Laut Merah, sebagai bentuk dukungan terhadap Hamas, milisi etnis Houthi berbasis di Yaman dengan kapal-kapal cepat miliknya menyerang kapal-kapal tanker yang ditengarai berlayar dari atau menuju Israel (10/1).
Serang Tanker
Dua hari kemudian (12/1) berdalih mengganggu pelayaran int’l pesawat-pesawat tempur AS dan Inggeris yang berpangkalan di Bahrain serta armada Laut Tengahnya menyerang markas Houthi di ibu kota Yaman Sanaa, kota Taez dan Hodeida.
Akibatnya, tarif angkutan barang, misalnya dari Asia ke Eropa utara langsung melonjak dua kali lipat menjadi 4.000 dollar AS (sekitar Rp62 juta) per peti kemas sehari pasca serangan AS dan Inggeris ke markas Houthi (13/1).
Dari Afrika ke Pantai Timur Amerika naik 55 persen menjadi 3.900 dollar AS (Rp60 juta) dan ke Pantai Barat 63 persen menjadi 2.700 dollar AS (sekitar Rp42 juta) per peti kemas, sementara harga minyak mentah pun mulai merambat naik.
Milisi Houthi dari sekte Syiah Zaidyiah yang didirikan di kota Saada, Yaman pada 1990-an dan didukung Presiden Yaman saat itu, Ali Abdullah Saleh mengklaim beranggotakan 100.000 -an personil.
Sementara di Lebanon, milisi Hisbullah dukungan Iran yang bermarkas di negeri itu membuka front baru dengan melancarkan serangan roket ke pos pasukan Israel di Gunung Meron, Israel Utara (6/1).
Hisbullah beraliran Syiah berideologi nasionalisme Islam dan dibentuk pada 1985 aktif melakukan aksi-aksi perlawanan terhadap zionisme Israel, anti semitisme, Barat dan imperialisme, berkekuatan sekitar 60.000 orang.
Situasi yang bertambah ruwet di kawasan Timur Tengah termasuk isu Palelstina yang tak kunjung ada solusinya, perlu dirunut penyelesaiannya satu persatu, jika tidak, bakal terus mengancam perdamaian dunia. (berbaga sumber/ns)