Membersihkan Wajah Kelam DPR

0
302

“Sosok iblis pun tidak hitam legam seperti yang selalu digambarkan orang,” demikian kira-kira arti dari “Der Teufel ist nicht so schwarz wie man ihn malt”, sebuah pepatah Jerman.

Dari 560 anggota DPR, pastimasih ada yang baik, walaupun kiprah dan pengabdian mereka tertutup di balik tabir ulah sebagian rekan mereka yang berperilaku menyimpang. Tampil dengan penuh pencitraan dan percaya diri dan jika bersalah dibela habis-habisan oleh rekan-rekan “sekomplotan” mereka.

DPR, lembaga beranggotakan orang-orang terpilih yang mewakili rakyat. Wajar saja jika anggotanya , dituntut bersih dari noda-noda hitam. Mereka diminta menjunjung tinggi etika dan moral, mumpuni dalam menjalankan fungsinya. Mengemban amanah rakyat, peka serta peduli terhadap nasib konstituennya.

Idealnya, anggota DPR memang memiliki berbagai kelebihan, namun fakta membuktikan lain. Diawali dengan perekrutan parpol di muaranya, pengangkatan anggota DPR sudah sering bermasalah. Mulai dari pemilihan yang sarat dengan “money politics”, KKN atau cara-cara tidak wajar lainnya.

Setelah menjadi “anggota DPR yang terhormat”, mereka terikat dengan parpol yang mengusung. Kadang-kadang mereka lebih mengedepankan pragmatisme, esprit de corps. Bahkan dengan kedudukannya, mereka sering tergoda oleh peluang menjadi pemburu rente, makelar, calo proyek atau jabatan.

Warna kelam DPR hampir tanpa henti dipertontonkan media akhir-akhir ini. Publik bingung oleh ulah sejumlah oknum anggota DPR dan mempertanyakan, apakah mereka benar-benar masih memperjuangkan amanat rakyat, bukan malah membuat gaduh dan menjadi sumber masalah.

Hingar-bingar muncul lagi atas laporan Menteri ESDM Sudirman Said kepada Majelis Kehormatan Dewan (MKD) mengenai pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto (SN), Direktur PT Freeport Indonesia (FI) Maroef Sjamsudin, dan pengusaha bisnis pertambangan, Riza Chalid di Jakarta, 8 Juni lalu.

Dari hasil rekaman pertemuan yang sudah disampaikan kepada MKD itu, SN diduga meminta saham kosong FI dengan mencatut nama presiden dan wakil presiden. SN juga meminta bagian saham proyek pembangkit tenaga listrik di Wamena yang ditawarkannya pada FI selaku investor, sekaligus pengguna (off-taker) listrik yang diproduksi.

Kontrak Karya FI dalam penambangan emas di wilayah Papua yang berlangsung sejak 1967 akan berakhir pada 2021. Selanjutnya FI bisa mengajukan perpanjangan paling cepat dua tahun sebelumnya (2019). Pertemuan SN dengan pimpinan FI dan pengusaha swasta dinilai menyalahi wewenang dan fungsi DPR, dan akan disidangkan oleh MKD terkait ada tidaknya pelanggaran etik.

Desakan agar sidang dilakukan terbuka juga digalang sejumlah anggota DPR, juga publik melalui petisi daring. Muncul kekhawatiran, hasil sidang MKD akan berujung pada kompromi politik seperti halnya kasus pertemuan antara SN dan pengusaha AS, Donald Trump yang diputuskan MKD hanya sebagai pelanggaran etika ringan.

Hiruk-pikuk pemberitaan seputar DPR sayangnya tidak berupa prestasi yang membanggakan rakyat, konstituen mereka, tetapi sebaliknya, malah mempertebal rona-rona hitam yang membuat jarak ikatan batin antara parlemen an rakyat semakin menjauh.

Anggota DPR yang juga Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella terjerat kasus-suap-menyuap untuk “mengamankan” perkara dana bansos Pemda Sumatera Utara yang sidangnya sampai saat ini masih berlangsung. Perkara yang melibatkan gubernur nonaktif, Gatot Pujo Nugroho ini mencerminkan kompaknya konspirasi paripurna dan berjamaah oleh ketiga pilar demokrasi; eksekutif, yudikatif dan legislatif.

Publik kembali tersentak oleh berita tertangkap tangannya anggota DPR dari F-Hanura, Dewie Yasir Limpo (DYL) yang diduga menerima suap dalam perannya memuluskan alokasi anggaran proyek pembangkit listrik di Papua (20/10).

Banyaknya anggota DPR terlibat praktek korupsi, tidak bisa terbantahkan lagi. KPK mencatat, sudah 49 anggota wakil rakyat yang diproses hukum atau diusut (sebanyak 18 dari F-DIP, 12 dari F-Golkar, 6 dari F-Partai Demokrat, 4 dari F-PAN, 3 F-PPP masing-masing seorang dari F-PKB, F-PKS, F-Partai Bintang Reformasi, F-Partai Hanura dan F-Partai Nasdem.

“Perlu tekad dan keberanian, dan sekaranglah waktunya agar segenap komponen bangsa bersatu padu menggalang kekuatan untuk mengubah citra DPR yang terlanjur hitam kelam.

Advertisement div class="td-visible-desktop">