JAKARTA – Puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sudah balig dan mampu. Namun, dalam keadaan tertentu seperti sakit, haid, bepergian, atau kondisi lain yang dibolehkan dalam syariat, seseorang diperkenankan untuk tidak berpuasa.
Islam memberikan keringanan dengan membolehkan qada puasa atau membayar fidyah sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Sebagian orang sering menunda qada puasa hingga menjelang Ramadan, bahkan baru ingin menggantinya di akhir bulan Syakban.
Lantas, apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam? Berikut penjelasan berdasarkan pandangan ulama dan sumber lainnya.
Puasa di Akhir Syakban dalam Pandangan Islam
Bulan Syakban memiliki keutamaan tersendiri dalam Islam karena menjadi momen persiapan menyambut Ramadan. Namun, muncul pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai hukum berpuasa qada di paruh kedua Syakban.
Terdapat hadis yang menyebutkan larangan berpuasa setelah pertengahan Syakban. Rasulullah bersabda:
“Apabila telah memasuki paruh kedua bulan Syakban, maka kalian tidak boleh berpuasa!” (HR At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ahmad)
Hadis ini menjadi dasar bagi sebagian ulama yang melarang berpuasa setelah 15 Syakban. Namun, ulama memiliki pemahaman yang berbeda mengenai hadits ini.
Perbedaan Pendapat Ulama
Mengenai hukum berpuasa di separuh akhir bulan Syakban, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mayoritas ulama di luar Mazhab Syafi’i menganggap hadis tersebut lemah, sehingga mereka tetap membolehkan puasa di akhir Syakban.
Dalam Mazhab Syafi’i sendiri, terdapat dua pandangan utama:
1. Pendapat yang Melarang Puasa di Akhir Syakban
Sebagian ulama dalam Mazhab Syafi’i, seperti Al-Ruyani, menyatakan bahwa berpuasa di separuh akhir bulan Syakban hukumnya makruh.
Bahkan, jika dilakukan satu atau dua hari sebelum Ramadan tanpa alasan yang sah, maka hukumnya haram. Larangan ini dikaitkan dengan hadis Rasulullah yang melarang puasa pada hari yang meragukan (hari syak).
2. Pendapat yang Membolehkan Puasa dalam Kondisi Tertentu
Sebagian besar ulama dalam Mazhab Syafi’i membolehkan puasa di separuh akhir bulan Syakban dalam situasi tertentu, yaitu:
- Puasa yang Dilakukan secara Berkelanjutan sejak Pertengahan Syakban
Jika seseorang telah mulai berpuasa sejak tanggal 15 Syakban dan melanjutkannya hingga tanggal 28, maka hal ini diperbolehkan.
Namun, pada 29 atau 30 Syakban, yang merupakan hari syak (ragu-ragu apakah sudah masuk Ramadan atau belum), sebaiknya tidak berpuasa.
- Puasa yang Sesuai Kebiasaan
Jika seseorang memiliki kebiasaan berpuasa, seperti puasa Senin-Kamis, maka tetap diperbolehkan berpuasa meskipun sudah memasuki separuh akhir bulan Syakban.
- Puasa karena Nazar, Qada, atau Kafarat
Jika puasa dilakukan untuk menunaikan nazar, mengganti puasa Ramadan yang belum ditunaikan (qada), atau sebagai bentuk kafarat (denda puasa), maka tetap diperbolehkan dilakukan meskipun di akhir bulan Syakban.
Namun, perlu diperhatikan bahwa berpuasa pada hari syak (29 atau 30 Syakban) sebaiknya dihindari karena adanya ketidakpastian apakah Ramadan sudah dimulai atau belum.
Dengan demikian, bagi mereka yang memiliki utang puasa Ramadan dan ingin segera menggantinya sebelum Ramadan berikutnya, masih diperbolehkan untuk melaksanakan qada puasa di akhir bulan Syakban.