LANGSA – Terombang-ambing di lautan 3 bulan lamanya bukanlah hal yang mudah untuk dilalui begitu saja tanpa adanya makanan dan minuman untuk melangsungkan hidup dan menatap matahari pagi esok hari.
Semuanya begitu berharga ketika kita dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, dalam kondisi seperti ini kita dituntut untuk menghargai segala sesuatu sekecil apapun itu. Bahkan sifat-sifat binatang akan kita lakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup kita sendiri, betapa egoisnya kita ketika dihadapkan dalam kondisi yang sangat berlawanan dari kehidupan yang biasa kita jalani. Banyak kejadian yang tidak pernah mereka alami sebelumnya terjadi begitu saja karna tuntutan kelangsungan hidup yang harus mereka penuhi.
Muhammad Iqbal, pengungsi yang berasal dari Negara Bangladesh menceritakan bahwa selama terombang-ambing di lautan mereka sangat kekurangan makanan dan minuman. Air minum dalam kemasan 240ml (kemasan gelas) bisa bertahan sampai 5 hari, sedangkan satu buah biskuit bisa bertahan sampai 4 hari, banyak dari mereka yang meninggal selama di lautan dan mayatnya pun dibuang begitu saja ke laut.
Kapal berkapasitas 50 orang dinaiki melebihi batas maximum yaitu sekitar 600an orang yang berasal dari 2 negara, Bangladesh dan Myanmar. Awalnya mereka menaiki 2 kapal namun ketika mereka sampai ke negara Thailand mereka disambut oleh pasukan bersenjata yang melarang mereka untuk datang ke negara mereka, namun bukan itu saja, pada awalnya kapal mereka yang berjumlah 2 buah disatukan.
Orang yang berada didalam 2 kapal digabungkan ke dalam 1 kapal dan kemudian mengusir mereka dari negara Thailand. Tak ada satupun negara yang mereka singgahi yang menerima mereka bahkan negara Indonesia sekalipun ketika itu.
Namun Allah berkehendak lain, akhirnya mereka sampai diperairan Kota Langsa dengan kondisi bahan bakar kapal yang kosong, kelaparan, kehausan dan putus asa. Kemudian para nelayan kota langsa melihat mereka, menarik kapal mereka yang kehabisan bahan bakar dan memberikan mereka makanan dan minuman. Bukan hanya itu saja warga aceh juga memberikan mereka tempat tinggal sementara.
“Setelah mengalami kejadian tersebut mereka menyadari bahwasanya Allah Tidak Tidur dan Allah Maha Mulia, Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya,” jawab Nurul Hasan warga negara Myanmar.
Awal sampainya di Kota Langsa mereka seperti orang yang berputus asa tidak ada teman maupun saudara yang menemani mereka bahkan senyum pun begitu berat untuk mereka. Namun setelah beberapa hari berkat bantuan para relawan akhirnya mereka bisa tersenyum kembali dan mulai berinteraksi dengan orang di sekitarnya.
Mereka mulai menganggap para relawan seperti sahabat mereka bahkan mereka anggap seperti keluarga mereka sendiri. Kalau bukan kita para umat muslim yang menolong mereka siapa lagi yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu meringankan beban yang mereka pikul selama ini.
Benarlah apa yang dikatakan Rasulullah SAW dalam hadistnya: Umat muslim seluruhnya adalah bersaudara, dalam hadist lain: barang siapa yang sedikit pun dihatinya tidak ada memikirkan masalah umat Islam maka ia tidak termasuk dalam golongan kami. Dari hadist tersebut dapat kita ketahui bahwasanya hubungan saudara bukan hanya terikat oleh darah tapi juga ikatan agama.
Warga Bangladesh terdiri dari laki-laki usia produktif sedangkan Warga Myanmar terdiri dari orang tua, remaja pria/wanita, ibu-ibu, anak-anak, dan balita.
Warga Myanmar dan Bangladesh banyak mengalami konflik selama di lautan oleh karena itu mereka pun tidak bisa akur selama di pengungsian Kuala Langsa.
Muhammad Iqbal mengatakan, mereka saling menyerang antara Myanmar dan Bangladesh bahkan sampai ada yang terbunuh selama di kapal. Tetapi informasinya kurang jelas siapa yang menyerang dan siapa yang diserang, sebab ketika ditanya warga Bangladesh mengatakan bahwa Warga myanmar yang menyerang mereka dan begitu juga sebaliknya.
Ketika relawan memberikan edukasi kepada para pengungsi warga Myanmar tidak mau dikumpulkan satu tempat bersama warga Bangladesh. Dan karena dendam yang mendalam mereka rela untuk tidak belajar ketika ada satu orang warga Bangladesh yang ikut bergabung dalam proses belajar dan mengajar.
Namun ada juga alasan lain yang ditemui ketika mereka ditanya kenapa mereka tidak akur yaitu, bahwasanya mereka berbeda mazhab. Nurul Hasan warga Myanmar mengatakan, bahwasanya warga Bangladesh Bermazhab Wahabi sedangkan mereka Bermazhab Imam Hanafi dan mereka tidak mau mengakui Mazhab Wahabi. – Relawan Dayat Hasugian