SUASANA batin ketiga tokoh pemangku kepentingan yakni Presiden AS Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping agaknya akan menentukan eskalasi atau meredanya konflik di Semenanjung Korea.
Xi Jinping yang bertemu Trump pada lawatannya ke AS baru-baru ini tampak lebih kompromistis, dan dalam pembicaraan telpon (12/4) , berjanji akan membujuk Korut melakukan denuklirisasi, sebaliknya meminta Trump memilih solusi damai terkait program nuklir negara itu.
Presiden negara tirai bambu pendukung,tetangga dan mitra dagang Korut itu agaknya juga pragmatis, karena AS yang di era Perang Dingin lalu adalah seteru China, kini menjadi salah satu mitra dagang utama.
Permintaan Presiden Trump kepada China untuk membujuk Korut agar menghentikan uji-uji coba rudal balistik antar benua yang mencemaskan tetangga sekitarnya, terutama Korea Selatan dan Jepang sudah disampaikan sebelumnya.
“Prospek perdagangan AS dan China akan lebih baik lagi jika China bersedia membantu solusi bagi isu Korut, “ kata Trump saat bertemu dengan Xi. Namun di tempat terpisah Trump juga mengingatkan, jika China tidak bersedia membantu, AS akan melakukan dengan caranya sendiri.
AS kemudian juga mengirimkan gugus tugas angkatan lautnya ke Samudera Pasifik dipimpin kapal induk USS Carl Vinson yang semula akan berlayar ke Australia.
Ini yang mempertebal spekulasi, AS akan menyerang pusat-pusat peluncuran rudal Korut dengan rudal-rudal jelajah Tomahawk seperti yang dilakukannya terhadap Suriah.
Dari dua kapal perangnya yang lego di Laut Mediteranea AS meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk ke pangkalan udara Shayrat, Suriah (6/4) yang diduga digunakan pesawat-pesawat rezim Bashar al-Assad menjatuhkan bom kimia yang menewaskan 86 penduduk sipil di wilayah Khan Sekhoun, Provinsi Idlib, (4/4).
Korut bergeming
Di pihak lain, Korut selama ini bergeming terhadap protes-protes Jepang atau Korsel dan larangan uji coba rudal balistik yang dikeluarkan PBB. Sejak 2016 saja negara itu tercatat telah melakukan enam kali peluncuran rudal.
Sementara itu, “bulan madu” Presiden Trump dan Presiden Putin agaknya berlangsung singkat, tercermin ucapan Putin yang menyebutkan, hubungan AS dan Rusia saat ini memburuk, padahal saat pemilu lalu, Trump memuji-muji Putin, hingga saat itu muncul spekulasi, akan lahir aliansi baru antara AS an Rusia.
Rusia yang selalu berada di belakang rezim Suriah di bawah Presiden Bashar al-Assad berang atas aksi serangan rudal Tomhawak AS atas Suriah, karena selain tuduhan penggunaan senjata kimia (oleh pasukan al-Assad) belum terbukti, serangan itu juga dinilai melanggar hukum internasional.
Namun yang cukup membangkitkan optimisme, AS dan Rusia masih berniat untuk melangkah menuju meja perundingan dengan mengutus menlu masing-masing untuk bertemu di Moskow (12/4).
Pertemuan antara Menlu Rusia Sergey Lavrov dan Menlu AS Rex Tillerson membahas upaya untuk “menekan perbedaan tajam” antara kedua negara, khususnya terkait isu Suriah dimana AS menghendaki Rusia meninjau kembali dukungannya pada rezim al-Assad demi kelancaran proses perdamaian.
Tidak diketahui, apakah isu Korea juga dibahas dalam pertemuan kedua menlu tersebut.
Walau dikemas retorika-retorika untuk meyakinkan masing-masing pihak yang didukungnya, baik Trump, Putin maupun Xi tampaknya masih berniat untuk membuka perundingan.
Untuk sementara, konflik terbuka antara ketiga negara adidaya itu, baik di Suriah maupun di Semenanjung Korea, bisa terelakkan. (AFP/Reuters/NS)
(AFP/Reuters/NS)