JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memperkirakan bahwa zakat dari sektor pertanian memiliki potensi hingga Rp19,79 triliun. Oleh karena itu, optimalisasi pengelolaannya sangat diperlukan agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Waryono Abdul Ghafur, menekankan pentingnya kerja sama antarlembaga zakat untuk memperkuat ketahanan pangan, yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat.
Menurutnya, zakat berperan penting dalam mengurangi kemiskinan serta memastikan ketersediaan pangan yang cukup, aman, dan bergizi bagi masyarakat.
Dalam hal regulasi, ketahanan pangan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menekankan pentingnya ketersediaan pangan sesuai dengan budaya dan keyakinan masyarakat.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat juga mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk pangan, harus menjadi prioritas utama dalam distribusi zakat.
Meski potensi zakat di Indonesia sangat besar, Waryono menilai bahwa pengumpulannya masih perlu ditingkatkan.
“Sebagai contoh, Lazismu berhasil mengumpulkan zakat maal sebesar Rp114 miliar, sementara zakat fitrah terbesar dikumpulkan oleh Lazisnu dengan nilai Rp166 miliar. Namun, distribusinya masih belum merata, sehingga manfaatnya belum sepenuhnya dirasakan oleh mustahik,” kata Abdul Ghafur di Jakarta, seperti dilansir dari Antara.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah mengingatkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk menjaga efisiensi dan transparansi dalam pendistribusian zakat.
Langkah ini juga mendukung prioritas pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang menargetkan pengelolaan dana sosial keagamaan secara produktif.
Selain itu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa keberagamaan yang dikelola dengan baik dapat menjadi faktor pendukung dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.