Sengkarut Pemagaran Laut terus Berlanjut

0
122
Satu per satu terkuak terkait anomali, konspirasi dan pelanggaran hukum terkait pemagaran laut di Tangerang yang menghebohkan.

HEBOH di media dan gaduh di ruang publik agaknya terus bakal berlanjut dengan terkuaknya satu per satu penyimpangan dan anomali dalam kasus pemagaran atau pengaplingan di perairan laut di Kab. Tengerang, Banten.

Personil  gabungan lintas instansi terdiri dari Marinir dan Kopaska , Bakamla TNI-AL dan ratusan nelayan sejak Rabu (22/1) mulai mencabuti pagar bambu setinggi enam meter sepanjang 31,16 km yang menancap antara 1,5 sampai dua meter di dasar lumpur di kawasan pantai di Tg. Pasir, Kec.Teluknaga Kab. Tangerang.

Sebelumnya, tim marinir didukung 30 kapal dan 600 ratusan nelayan sudah melakukan pembongkaran pagar bambu tersebut  pada Sabtu 18 Jan yang menurut Danlantamal III Brigjen (Marinir) Harry Indarto atas instruksi langsung presiden.

Tim gabungan Marinir, Kopaska TNI-AL mengerahkan tiga ranpur LVT-7, sea rider dan puluhan kapal nelayan melakukan operasi pencabutan tiang-tiang bambu , Rabu 22/1, disaksikan Menteri Perikanan dan Kelautan Sakti Wahyu Tranggono, KASAL Laksamana Muhammad  Ali dan  Komisi IV DPR dipimpin ketuanya Siti Hediati Suharto.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI) Boyamin Saiman (23/1) resmi melaporkan dugaan korupsi terkait penerbitan ratusan SHM dan HGB di kawasan pagar laut Tangerang ke KPK.

Boyamin mengatakan pengaduan itu dilakukan untuk menindaklanjuti pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang menyebut penerbitan ratusan SHM dan HGB di wilayah itu cacat formil dan materiil.

“Ada dugaan pemalsuan pada buku, catatan atau data Girik, Leter C/D atau Warkah pada kantor Desa, Kecamatan atau BPN menyangkut dokumen dan data tanah itu,” kata Boyamin kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/1).

Tuntut semua yang bertanggungjawab

Pada bagian lain, Boyamin berjanji  melaporkan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pencatatan dokumen tanah mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Ia menilai telah terjadi pelanggaran Pasal 9 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 yang berkaitan dengan pemalsuan dokumen administrasi.

“Pintu masuknya Pasal 9 dulu. Saya berharap memang menuju Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 12. Syukur-syukur Pasal 2 dan 3 perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membatalkan sertifikat tanah (sertifikat HGB dan SHM) di kawasan  laut yang dipagari (dikapling) di Kab. Tangerang, Banten.

Kasus pemagaran atau pengaplingan laut menjadi viral di media, karena pihak pemerintah, baik pusat mau pun daerah dianggap lamban bereaksi,  padahal nama-nama pemiliknya tertera di  234  sertifikat HGB PT Intan Agung Makmur (IAM), 20 sertifikat milik PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), 17 pemilik perorangan serta 20 Sertifikat Hak Milik (SHM).

Dari hasil penelusuran Kementerian ATR/BPN, sertifikat tersebut terkait kepemilikin lahan di luar garis pantai yang cacat prosedur dan material karena sesuai undang-undang, perairan harus bebas dari kepemilikan  korporasi atau perorangan.

” Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai dan dokumen lainnya, ditemukan sejumlah sertifikat diterbitkan untuk lahan di luar garis pantai,” kata Nusron usai meninjau pencabutan pagar laut di Tg Pasir, Tangerang, (22/01).

Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sertifikat hak atas tanah dapat dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tanpa perintah pengadilan jika terjadi cacat administrasi dan belum mencapai usia lima tahun sejak diterbitkan.

Nusron menegaskan, tidak boleh ada area laut yang dijadikan privat properti sehingga tidak bisa disertifikasi, dan jika ada  sertifikat kepemilikan lahan di luar garis pantai berarti cacat prosedur dan cacat material.

Berbagai pihak menyayangkan lambannya aksi pemerintah, padahal menurut Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto, pihaknya sudah mengetahui pemagaran tersebut sejak petengahan 2024, namun tidak ditindaklanjuti karena menurut nelayan pemagaran itu untuk budidaya kerang hijau.

“Masak, KKP menerima begitu saja alasan tersebut, “ kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasannudin, Hamid Awaludin seraya menyebutkan, apalagi saat itu pemagaran di perariran laut tersebut sudah dilakukan sepanjang tujuh km .

Mantan Menkum HAM dan Dubes RI di Rusia itu meminta agar pihak yang terlibat pemagaran laut tidak hanya dikenakan sanksi administratif, tetapi juga dikenakan sanksi hukum.

Hamid berharap, baik pengusaha mau pun para pihak yang memberikan perizinan atau memfasilitasinya mulai dari kelurahan, kecamatan, kabupaten, gubernur,  pejabat BPN kota dan pusat serta dan instansi berwenang lainnya harus dikejar.

Ia meyakini, sudah terjadi kongkalingkong secara terstruktur, masif dan sistematis antara oknum pejabat dan konglomerat sehingga semuanya harus dibongkar sampai ke akar-akarnya sampai tuntas.

“Sudahlah, jangan bikin alasan alasan lagi. Ini bukan kisah pagar makan tanaman lagi, tetapi pagar melahap kekayaan negara, “ ujar Hamid dengan nada geram

Sementara Sekjen Koalisi untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati di Kompas TV, Kamis (23/1) mengatakan, melihat polanya, yang dilakukan jelas penimbunan pasir atau reklamasi yang disiapkan untuk mega proyek (properti) bermotif bisnis.

Melihat sequence atau urut-urutan peristiwanya, menurut Susan, dilakukan integrasi tata ruang darat dan laut pada 2023, dilanjutkan penerbitan HGB pada Agustus tahun yang sama, kemudian pemasangan pagar bambu pada 2024.

“Jadi, dengan pola seperti itu, pagar yang dipasang di laut, jelas bukan untuk kepentingan nelayan, “ tandasnya.

Membantah

Sementara itu, Konsultan Hukum PIK2 Muannas Alaidid dalam dialog di kompas TV, Jumat (24/1) menilai, narasi yang dibangun bahwa perairan di area pemasangan bambu disertifikasi adalah hoaks.

Menurut dia, area tersebut dulunya berstatus daratan berupa  tambak dan persawahan yang dibeli dari warga setempat. Pada 1982 masih berupa girik , jadi bukan kawasan perairan seperti saat ini.

Yang janggal, kenapa pembeli (perusahaan) tidak mengecek kondisi fisik di lapangan perubahan yang terjadi, karena berdasarkan undang undang, sertifikat otomatis batal jika masa berlakunya habis atau lahan berubah fungsi, misalnya dari daratan, menjadi perairan.

Muannas juga menjelaskan, sertifikat HGB yang dimiliki TT IAM dan PT CIS tidak mencakup seluruh pagar laut  yang panjangnya 31,6 km, tetapi hanya di Desa Kokot, Kec. Pakuhaji, Tangerang, tidak di seluruh lokasi pagar tersebut.

Sementara Sekjen Komisi Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai, ada rekayasa yang dilakukan pemerintah terkait penerbitan HGB di kawasan pagar laut di Tangerang.

“Kejahatan semacam ini berlangsung sistematis, merupakan modus mafia tanah yang terjadi di banyak tempat. Jika di kawasan pagar laut ditemukan pihak yang memiliki HGB, yang perlu diusut adalah pihak yang menerbitkannya, “ kata Dewi.

Dewi mengungkapkan, penerbitan HGB sengaja dipecah kecil-kecil sehingga cukup dilakukan ditingkat kabupaten atau provinsi, padahal itu modus yang terjadi sejak lama dan pemerintah seolah-olah tidak tahu.

“Praktek berjamaah dan bancakan dilakukan antara pengusaha dan pejabat pemerintah secara terstrukur, sistematis dan masif, “ tuturnya.

HGB tidak bisa di atas laut

Berdasarkan PP No. 18 tahun 2021 jo Permen ATR/Kepala BPN no. 18 tahun 2021, HGB hanya bisa diterbitkan di wilayah pesisir pantai, bukan di atas laut.

Menurut catatan, HGB atau SHM yang sudah diterbitkan bisa dibatalkan tanpa melalui peradilan jika terjadi kesalahan  dalam pembuatannya dan jika status lahan berubah, misalnya yang tadinya daratan menjadi laut akibat abrasi atau hal lainnya, kepemilikan otomatis hilang.

Bahkan menurut Dewi, pesisir pantai yanga bisa disertifikasi juga ada syaratnya yakni jika masuk garis sempadan pantai minimal berjarak 100 meter dari titik surut.

“Namun aturan itu bisa saja diakali, jika tata ruang darat dan laut diubah dengan kongkalingkong antara pengusaha dan pejabat setempat,  garis sempadan pantai pun ikut berubah, “ kata Dewi.

Dewi mengungkapkan, 1.705 Ha dari 30.000 Ha lahan di PIK II, Tangerang yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah hutan lindung yang belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Proyek ini layak dikaji, bahkan dibatalkan, “ ujarnya.

Pemagaran kawasan pantai sepanjang 30,16 km tersebut diduga kuat sebagai persiapan pengembangan proyek reklamasi sejalan dengan penetapan lahan PIK II yang dikelola konsorsium PT Agung Sedayu Group dan Salim Group sebagai PSN.

Yang mengejutkan, ada nama Letjen Purn (Marinir) Nono Sampono dirut PT  yang mengantongi sejumlah HGB di perairan Tangerang, sementara Letjen. Purn. Freddy Numberi sebagai komisaris PT IAM dan PT CIS.

Nono Sampono antara lain pernah menjabat Danjen Akmil, Kabasarnas,Dan Korps Marinir, Irjen Mabes TNI-AL dan gubernur AAL serta wakil ketua DPD, sedangkan Freddy Numberi  pernah menjabat menteri pehubungan, menteri kelautan dan perikanan,

Menurut Dewi, KPA juga mencatat, setidaknya ada 134 kasus agraria berupa perampasan tanah hak rakyat yang terjadi di lingkup kegiatan PSN.

Carut marut penerbitan HGB dan SHM di Tangerang ini membuktikan betapa negara tidak hadir dan bukan saja takluk pada konglomerat, malah ikut menjadi bagian dari persoalan.

Terkait keterlibatan pejabat dan petinggi negara,  bahkan keterlibatan instansi secara sistematis dan masif, menurut Hamid Awaluddin, bukan bagai pagar makan  tanaman lagi, tapi pagar-pagar yang  melahap kekayaan negara.

Sampai kapan ya para politisi dan elite di negeri ini sadar, meninggalkan legacy dengan berbuat baik bagi negeri ini, bukan malah ikut bancakan, rame-rame ikut menggerogotinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here