PENYANDANG hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi ternyata tidak punya nyali dan tidak peduli terhadap pelanggaran HAM termasuk aksi genosida yang dilancarkan rezim junta militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya.
Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence di forum KTT ASEAN di Singapura (14/11) melontarkan pernyataan keras dan menilai yang dilakukan militer Myanmar terhadap warga Rohingya sama sekali tidak bisa dibenarkan.
“Tindak kekerasan dan perburuan (persekusi) serta aksi main hakim sendiri oleh pihak militer sehingga membuat lebih 700.000 etnis Rohingya cerai-berai dan melarikan diri ke Bangladesh tidk bisa dibenarkan, “ ujarnya, sementara Suu Kyi yang duduk bersebelahan dengan Pence terdiam, agaknya salah tingkah.
Pence juga menyatakan kecemasan pemerintah AS terkait progres yang sudah dilakukan Suu Kyi terhadap orang atau pihak-pihak bertanggungjawab atas kaburnya ratusan ribu etnis Rohingya tersebut termasuk hilangnya ribuan nyawa.
Aksi balas dendam dilancarkan oleh militer didukung oleh warga mayoritas Hindu di Negara Bagian Arakan (Rakhine), Myanmar setelah 30-an warga etnis Hindu tewas dalam penyerangan oleh Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ASRA) pada akhir Agustus 2017.
Diperkirakan 10.000 etnis Rohingya tewas, 390 rumah dihancurkan dan lebih 700.000 lainnya berusaha kabur melalui perbatasan ke wilayah negara tetangganya, Bangladesh.
Komisi Penyelidik PBB, termasuk mantan Jaksa Agung RI, Marzuki Darusman, juga telah menyampaikan temuan di lapangan berupa sejumlah kuburan massal dan bukti-bukti yang menunjukkan terjadinya aksi-aksi pembantaian mengerikan dan di luar batas kemanusiaan.
Di forum KTT ASEAN di Singapura (12/11) PM Malaysia Mahathir Mohammad juga melontarkan pernyataan keras dengan menyebutkan apa yang dilakukan oleh rezim militer Myanmar sangat tidak masuk akal.
Suu Kyi Coba Berkelit
Sebaliknya, Suu Kyi yang menjabat Penasehat Negara dan juga Penyandang Hadiah Nobel Perdamaian malah berkilah dan menyatakan setiap orang memiliki pandangan berbeda.
“Kami bisa mengatakan, lebih paham tentang negara kami dibandingkan pihak lain. Jadi kami dalam posisi yang lebih baik untuk menjelaskan apa yang terjadi pada kalian, “ katanya kepada wartawan di sela-sela KTT ASEAN.
Amnesty International (AI) resmi dilaporkan mencabut penghargaan sebagai Duta Hati Nurani (Ambassador of Conscience) yang diberikan pada Aung San Suu Kyi pada 2009.
Melalui pernyataan yang dirilis, Senin (12/11), Sekjen AI Kumi Naidoo menyebut Suu Kyi telah melakukan pengkhianatan terhadap terhadap nilai-nilai yang pernah dibelanya.
Naidoo mengekspresikan kekecewaan AI atas kenyataan, walau telah menjalani separuh masa jabatannya dan setelah delapan tahun dibebaskan dari tahanan rumah, Suu Kyi tidak menggunakan otoritas politik dan moralnya untuk menjaga HAM, menegakkan keadilan dan kesetaraan.
Naidoo menyebut Suu Kyi telah menutup mata terhadap kekejaman militer Myanmar dan meningkatnya aksi-aksi pemberangusa terhadap kebebasan berekspresi di Myanmar.
“Kami sangat kecewa menyampaikan bahwa Anda tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pembela hak asasi manusia sehingga kami tidak punya alasan untuk tetap mempertahankan status Anda sebagai penerima penghargaan Ambassador of Conscience,” kata Naidoo.
Sekitar 1,2 juta etnis minoritas Rohingya berasal dari wilayah India Belakang didatangkan oleh Inggeris sebagai pekerja perkebunan di wilayah Rakhine, Myanmar pad abad ke-18. Myanmar tidak mengakui kewarganegaran mereka, begitu juga Bangladesh yang hanya bersedia menampung di kamp pengungsi Cox’s Bazar di wilayahnya.
Aksi pembantaian etnis terhadap minoritas Rohingya di Myanmar harus segera dihentikan, untuk itu diharpkan agar pemimpin ASEAN mengambil sikap yang lebih tegas lagi, begitu pula Dewan Keamanan PBB.
Di era peradaban zaman now, semoga tidak ada lagi aksi pembantaian terhadap etnis apapun. Enough is enough. (AP/AFP/Reuters/NS)