spot_img

Tanggapi Masalah Polusi Udara Jakarta, BMKG Sebut Belum Berdampak Besar bagi Kesehatan

JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan kualitas udara di Jakarta memang mengalami penurunan, namun belum berdampak besar pada kesehatan manusia secara umum.

“Pengukuran konsentrasi PM 10 pagi hari tercatat antara 145-160 µg/m3, mengindikasikan cukup tingginya konsentrasi polutan yang berkorelasi dengan kekeruhan udara dan berkurangnya jarak pandang yang terjadi pagi ini,” ujar Plh Deputi Bidang Klimatologi, BMKG, Nasrullah, Selasa (30/7/2019).

PM10 adalah debu partikulat yang mengapung di udara yang memiliki ukuran <10 mikrogram, sekitar 1/10 ukuran helai rambut. Sejauh ini MenLHK dan Pemda DKI, yang juga didukung BMKG, telah mengukur kualitas udara di Jakarta dengan memasang alat pengukur konsentrasi PM10 dan PM2.5.

Sepanjang Juni hingga Juli, data konsentrasi PM10 dan PM2.5 di BMKG mengindikasikan peningkatan konsentrasi partikel polutan, terutama pada 20 hari terakhir. Pengukuran BMKG terhadap konsentrasi PM10 selama periode 10-20 Juli 2019 di enam lokasi pengamatan menunjukkan nilai konsentrasi PM10 tertinggi di Kemayoran pada tanggal 16 Juli 2019 sebesar 94,38 µg/m3.

Ia menjelaskan, pada Juni hingga September merupakan bulan bulan dimana konsentrasi partikulat polutan lebih tinggi dibandingkan bulan bulan lainnya. Pada musim kemarau, kualitas udara memang dapat memburuk karena ketiadaan hujan dapat mengurangi pengendapan (pencucian) polutan di udara oleh proses rain washing). (Baca juga: Dinas LH Sebut Proyek Trotoar Pengaruhi Kualitas Udara di Jakarta)

“Pada musim kemarau, terutama pada hari-hari sudah lama tidak terjadi hujan, udara yang stagnan, cuaca cerah, adanya lapisan inversi suhu, atau kecepatan angin yang rendah memungkinkan polusi udara tetap mengapung di udara suatu wilayah dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi polutan yang tinggi,” bebernya.

Dia mengatakan BMKG mengimbau kepada pemerintah daerah dan juga kepada masyarakat luas, untuk saling membantu dalam mengatasi persoalan memburuknya kualitas udara.

Menurut dia, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat mengatur waktu pekerjaan konstruksi, sehingga tidak bertepatan dengan waktu puncak konsentrasi polutan.

“Masyarakat juga dapat mendukung langkah-langkah tersebut dengan semakin meningkatkan kesadaran lingkungan yang dibuktikan dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mengutamakan kendaraan umum, gemar melakukan penghijauan lingkungan dengan konsep urban farming,” tuturnya.

 

spot_img

Related Articles

spot_img

Latest Articles