JAKARTA, KBKNews.id — Thrifting masih digandrungi anak muda yang mencari alternatif dalam berbusana. Murah tapi bermerek, itu yang anak muda cari.
Thrifting adalah kegiatan membeli barang bekas, terutama pakaian, dengan harga yang lebih murah daripada barang baru.
Buat banyak anak muda zaman sekarang, thrifting bukan sekadar belanja hemat. Ini soal gaya, ekspresi diri, sekaligus sensasi menemukan barang secondhand yang punya karakter kuat.
Tapi di balik keseruannya, tren ini diam-diam menimbulkan perdebatan: benarkah ini sekadar gaya hidup hemat, atau justru jadi ancaman bagi industri lokal?
Berburu Harta Karun di Tumpukan Pakaian Bekas
Di sudut Pasar Kodim, Pekanbaru, Riau, yang ramai, seorang remaja dengan mata berbinar tengah membolak-balik tumpukan pakaian bekas. Tangannya cekatan memilih, berharap menemukan jaket vintage yang telah lama diidamkan.
Bagi banyak anak muda, thrifting bukan sekadar berbelanja; ini adalah petualangan mencari harta karun tersembunyi.
“Aku lebih pilih thrift karena harganya jauh lebih murah, terus modelnya juga unik. Kadang bisa dapet brand luar, dan ramah di kantong,” ujar seorang pembeli saat ditemui KBKNews pada Jumat (2/5/2025).
Dilema di Balik Popularitas Thrifting
Namun, di balik euforia tersebut, ada kekhawatiran yang mengintai. Para pelaku industri tekstil lokal mulai merasakan dampaknya. Penjual pakaian lokal mengeluhkan penurunan penjualan akibat maraknya pakaian bekas impor yang membanjiri pasar dengan harga miring.
“Saya mulai jualan sejak 2016. Tantangannya paling soal aturan impor yang kadang ribet. Dan pembeli yang jarang,” ujar seorang penjual thrift di lokasi terpisah.
Menurut data dari Kementerian Perdagangan, impor pakaian bekas telah dilarang melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 18 Tahun 2021.
Namun, kenyataannya, pakaian bekas impor masih banyak beredar di pasaran. Hal ini tidak hanya merugikan industri lokal tetapi juga menimbulkan masalah lingkungan akibat limbah tekstil yang sulit terurai.
Menjaga Keseimbangan antara Tren dan Keberlanjutan
Thrifting memang menawarkan solusi bagi konsumen yang ingin tampil modis tanpa menguras dompet. Namun, penting bagi kita untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap industri lokal dan lingkungan.
Pemerintah dan pelaku industri perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem fashion yang berkelanjutan. Masyarakat juga diimbau untuk lebih selektif dalam berbelanja dan mendukung produk lokal.
Thrifting bisa menjadi pilihan cerdas jika dilakukan dengan bijak. Namun, kita juga harus menyadari bahwa setiap pilihan memiliki konsekuensinya.
Dengan mendukung produk lokal dan berbelanja secara bertanggung jawab, kita dapat membantu menjaga keberlangsungan industri dalam negeri dan kelestarian lingkungan.