Trump mulai kesal pada Putin

Perdamaian di UKrain sulit diwujudkan karena ada pihk yang merasa kuat sehingga yakin memenangi perang (foto: southfront.org)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang semula dianggap lebih memihak Rusia agaknya mulai kesal dengan ulah Presiden Vladimir Putin yang tampak enggan menghentikan perang di Ukraina.

“Presiden Putin tidak ingin mengakhiri perangnya di Ukraina karena dia yakin bakal menang, “ tutur Presiden Trump saat menelpon sejumlah pemimpin Eropa seperti yang dibocorkan sumber pejabat AS pada the Wall Street Journal (WSJ) yang dikutip Ukrainska Pravda, Kamis (21/5).

“Pengakuan tersebut merupakan apa yang telah lama diyakini para pemimpin Eropa tentang Putin, tetapi yang pertama kalinya mereka dengar sendiri  dari Trump,” kata sumber itu kepada WSJ.

Di samping itu, kabar tersebut juga bertentangan dengan apa yang sering dikatakan Trump di depan umum, bahwa ia yakin Putin benar-benar menginginkan perdamaian.

Meski demikian, Trump belum menyetujui tuntutan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan para pemimpin Eropa untuk meningkatkan tekanan terhadap Rusia.

Trump menelepon langsung Putin selama dua jam, Senin (19/5), namun komunikasi langsung kedua pemimpin dunia itu belum membuahkan kesepakatan gencatan senjata perang Rusia-Ukraina.

Meski demikian, Trump menyebut pembicaraan tersebut sebagai langkah maju dalam usahanya mengakhiri konflik yang sudah berlangsung tiga tahun lebih.

“Beberapa kemajuan telah dibuat. Semoga kita dapat menyelesaikan semuanya,” kata Trump,

Di sisi lain, Putin menegaskan, dia siap bekerja sama dengan Ukraina untuk menyusun memorandum perdamaian. Akan tetapi, dia tetap menekankan perlunya kompromi dari kedua belah pihak.

“Itu sangat informatif dan sangat terbuka dan secara keseluruhan, menurut pendapat saya, sangat berguna,” ujar Putin kepada media Rusia pada Selasa (20/5) mengenai percakapan teleponnya dengan Trump.

Putin menegaskan, pembicaraan lanjutan masih diperlukan untuk menjembatani perbedaan antara Moskwa dan Kyiv.

Harus disertakan

Sementara itu, Presiden  Zelenskyy di berbagai keempatan menyampaikan, negaranya tidak boleh ditinggalkan dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Seperti yang diberitakan AFP, Zelenskyy mengaku telah berbicara dengan Trump sebelum dan sesudah panggilan telepon tersebut.  “Saya memintanya untuk tidak membuat keputusan apa pun tentang Ukraina tanpa kami sebelum percakapannya dengan Putin,” ujar Zelensky kepada wartawan.

Zelenskyy mengadakan pertemuan singkat dengan Wapres AS JD Vance di Roma, Italia, Minggu (18/5) guna membahas sejumlah isu strategis, termasuk rencana panggilan telepon antara Presiden  Trump dan Presiden Rusia Putin selang sehari kemudian.

Seorang pejabat senior Ukraina mengungkapkan, pertemuan itu membahas kondisi di garis depan perang, kesiapan menjelang pembicaraan Trump-Putin serta kemungkinan sanksi terhadap Rusia jika tidak tercapai hasil konkret.

Sementara Zelensky dan Vance membahas situasi di garis depan, persiapan untuk percakapan (Trump-Putin) pada Senin dan  kemungkinan sanksi terhadap Rusia jika tidak ada hasil, gencatan senjata,” kata pejabat itu  kepada AFP.

Lebih konstruktif

Sedangkan menurut sumber yang sama, suasana pertemuan kali ini jauh lebih konstruktif dibandingkan dengan insiden adu mulut yang terjadi di Gedung Putih pada Februari 2025 lalu.

Sehari sebelumnya, Trump menyatakan, bakal mengadakan pembicaraan langsung dengan Putin melalui sambungan telepon guna mengupayakan akhir dari perang di Ukraina.

Hal itu disampaikan setelah pertemuan perdana antara delegasi Moskwa dan Kyiv selama lebih dari tiga tahun terakhir, namun   tanpa kesepakatan gencatan senjata.

“Pesannya sama seperti sebelumnya, kami ingin mengakhiri perang, tetapi mereka tidak melakukannya,” ujar sumber tersebut, mengutip pernyataan Zelenskyy dalam pertemuan dengan Vance.

Dalam kunjungannya ke Roma, Zelenskyy juga sempat bertemu dengan Paus Leo XIV di Vatikan, untuk pertama kalinya sejak pemimpin Gereja Katolik itu dilantik.

“Kami berterima kasih kepada Vatikan atas kesediaannya untuk menjadi platform bagi negosiasi langsung antara Ukraina dan Rusia,” ujar Zelenskyy usai audiensi dengan Paus.

Pertemuan Zelensky dan Vance ini merupakan pertemuan pertama sejak ketegangan yang sempat terjadi tiga bulan  lalu di Ruang Oval.

Saat itu, JD Vance menuduh Zelenskyy bersikap tidak sopan kepada Trump, dan menyatakan bahwa Presiden Ukraina seharusnya lebih “bersyukur”.

Ia juga menegaskan bahwa Zelenskyy tidak memiliki “kartu” tawar-menawar dalam negosiasi dengan Rusia.

Trump saat itu bersikeras mendesak agar kedua belah pihak bersedia berunding,  sebaliknya Zelenskyy ngotot, konflik hanya bisa diselesaikan di medan perang dan untuk itu negaranya memerlukan bantuan AS.

Perdamaian memang sulit diwujudkan jika salah satu pihak yang berperang merasa lebih kuat sehingga menganggap memiliki posisi tawar lebih tinggi.                               (WJS/Ukrainska Pravda/AFP/ns)

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here