
TUNJANGAN perumahan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR 2024 – 2029 hanya diberikan sampai Oktober tahun ini setelah hal itu menuai protes meluas dari publik.
“Setelah Oktober 2025, anggota DPR tidak akan mendapatkan tunjangan kontrak rumah lagi,” ujar Wakil Ketua DPR dari F-Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/8).
Tunjangan Rp50 juta per bulan bagi wakil rakyat akibat dua kompleks rumah dinas DPR di Kalibata, Jakarta Selatan dan Ulujami, Jakarta Barat dikembalikan ke Setneg, dianggap melukai hati rakyat di tengah kesulitan ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan saat ini.
Menurut Dasco, uang Rp 50 juta per bulan selama satu tahun itu akan dipakai untuk kontrak rumah selama lima tahun (periode 2024-2029).
“Mungkin penjelasannya kurang lengkap, kurang rinci, sehingga menuai polemik di masyarakat luas, “ tutur Dasco.
Jadi menurut dia, karena anggarannya tidak cukup untuk diberikan sekaligus, diangsur selama setahun, untuk kepentingan kontrak rumah anggota DPR selama lima tahun.
Peraturannya
Anggota DPR periode 2024-2029 mendapatkan tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta setiap bulannya.
Aturan terkait tunjangan perumahan tersebut diatur dalam Surat Sekjen DPR RI No. B/733/RT.01/09/2024 Tahun 2024.
Tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta diberikan karena anggota DPR periode 2024-2029 tidak lagi mendapatkan rumah dinas.
Jika berhitung, seorang anggota DPR dapat mengantongi sebesar Rp 600 juta hanya dari tunjangan perumahan. Angka tersebut didapatkan dari Rp 50 juta yang dikalikan 12 bulan, sehingga untuk 580 anggota DPR, anggarannya mencapa Rp348 miliar.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan yang disebutnya telah melewati perhitungan matang.
“Hal tersebut sudah menjadi satu hal yang kami kaji dengan baik untuk 580 anggota DPR yang datang dari 38 provinsi,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8).
Jika ditotal, seorang anggota DPR bisa mengantongi uang lebih dari Rp100 juta dalam satu bulan. Jumlah ini belum termasuk dana kunjungan daerah pilihan (dapil) dan uang reses.
Penghasilan DPR per bulan
Gaji pokok: Anggota Rp4,2 juta, Wakil Ketua: Rp4,6 juta
Ketua: 5,04 juta
Tunjangan melekat (per bulan)
Tunjangan istri/suami: Rp420-500 ribu (10 persen dari gaji pokok)
Tunjangan anak: Rp168-201 ribu (2 persen dari gaji pokok, maksimal 2 anak)
Tunjangan beras: Rp300 ribu (per jiwa)
Dana sidang: Rp2 juta
Tunjangan jabatan: Rp10-19 juta
Tunjangan kehormatan: Rp5,5-6,6 juta (sesuai jabatan,
Tunjangan komunikasi intensif: Rp15,5-16,4 juta (sesuai jabatan)
Tunjangan peningkatan fungsi: Rp3,7-5,2 juta
Listrik & telepon: Rp7,7 juta
Asisten anggota Rp2,2 juta
Dana reses dan perjalanan dinas (Per hari): Rp5 juta (selama sebulan, empat kali setahun)
– Uang perjalanan dinas: Rp4-5 juta
– Uang representasi: Rp3,4 juta
Fasilitas kendaraan dan rumah
– Rumah dinas (diganti tunjangan): Rp50 juta per bulan
– Kendaraan: Sekitar Rp70 juta per periode jabatan
Dana pensiun
– Besaran: Rp2,5-3 juta
– 60 persen dari gaji pokok
– Dibayarkan seumur hidup
– syarat: Telah menjabat satu periode penuh, atau jika diberhentikan dengan hormat.
Sudah jadi kebiasaan, jika anggota DPR melakukan peninjauan atau reses ke dapilnya masing masing guna menyerap aspirasi konstiuen, diberi “sangu” dan fasilitas oleh kepala daerah, instansi atau perusahaan swasta mitra kerja yang dikunjungi.
Ada juga (oknum-oknum) anggota DPR yang merasa penghasilan resmi masih kurang, aktif menjadi makelar kasus (markus) atau makelar proyek-proyek, baik yang didanai APBN mau pun APBD demi mengejar komisi.
Ironis memang, selain penghasilan dan fasilitas anggota DPR yang bagai langit dengan bumi dibandingkan profesi lainnya, kinerjanya di bidang legislasi, pengawasan dan penganggaran dianggap publik masih jauh dari harapan.




