Wakaf dengan cara Kapitalis (10)
“Tahan pokoknya dan alirkan surplusnya”
Perbedaan antara “sedekah” dan “sedekah jariyah atau wakaf” adalah bahwa sedekah hanya memberikan manfaat sekali waktu saja, sedangkan sedekah jariyah (wakaf) memberikan manfaat lestari. Seseorang yang mewakafkan sebidang tanah dan dibangunkan toko atau aset produktif lain yang hasil surplusnya digunakan untuk tujuan sosial dan ibadah, maka itulah bentuk sedekah jariyah.
Bagaimana jika yang disedekahkan adalah uang tunai Rp 1 juta misalnya. Tentu tidak bisa diwujudkan menjadi aset produktif. Maka yang harus dilakukan adalah mengumpulkannya dengan wakaf-wakaf kecil lainnya, dan menghimpunnya sebagai wakaf patungan (wakaf syuyu’i). Setelah jumlahnya cukup besar maka di belikan aset produktif, sehingga kaidah “Tahan pokoknya dan alirkan surplusnya” dapat terpenuhi.
Wakaf syuyu’i mirip dengan “dana abadi atau endowment fund” dalam sistim ekonomi kapitalis. Tujuan pokok pengelolaan wakaf syuyu’i adalah untuk penyediaan pendanaan bagi layanan sosial dan keagamaan yang terus-menerus, lewat aset produktif berupa perkebunan, pertokoan, perkantoran, pabrik, dll. Surplus dari kegiatan itulah yang dialirkan dalam layanan sosial dan keagamaan. Watak aset produktif pada wakaf haruslah berasal dari perdagangan, bukan permainan riba dan spekulasi sebagaimana endowment fund dalam format sistem riba.
Dalam kenyataannya telah terjadi transformasi pada wakaf tunai yang diwujudkan dalam bentuk pengelolaan aset tidak nyata kedalam format produk ribawi seperti deposito, saham, reksadana, dan sejenisnya. Sehingga wakaf tidak bisa berperan mensejahterakan umat sebagaimana seharusnya. Dana terparkir di perbankan, dan tidak lagi berwujud aset produktif yang berperan dalam kegiatan ekonomi riil di masyarakat.
Oleh karena itu, para pengelola wakaf (Nadzir) harus waspada kepada jebakan-jebakan sistem riba yang mendominasi perekonomian modern saat ini. Para Nadzir harus berpegang teguh pada hukum muamalat dalam mengelola harta wakaf yang diamanahkan kepadanya. Jangan mudah tergoda dengan tawaran strategi mudah mencari surpus, melalui “uang beranak uang” yang dilarang dalam Islam.
*) Disarikan dari buku “Wakaf dengan cara Kapitalis, Ditulis oleh Zaim Saidi