Wakaf dengan cara Kapitalis (12)
“Ketika emas dan perak dipanaskan dalam api neraka lalu dengan itu disetrikakan ke dahi, lambung dan punggung mereka dan dikatakan, “inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, sekarang rasakanlah akibat dari apa yang kamu simpan itu”(At-Taubah:35)
Banyaknya zakat yang dibayarkan belum tentu merupakan bukti suburnya sedekah. Boleh jadi justru sebaliknya: banyaknya zakat mencerminkan banyaknya harta yang ditimbun-timbun. Suburnya sedekah ditandai oleh zakat yang berasal dari harta produktif, dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
Banyaknya zakat produktif ditandai dengan melimpahnya produk pertanian, perkebunan, hewan ternak yang ditarik zakatnya dan dibagikan kepada mustahik. Sedangkan zakat konsumtif yang dipungut dari timbunan harta berbentuk deposito, tabungan dan sejenisnya tidaklah berdampak signifikan pada kemaslahatan umat.
Tidak ada larangan seseorang menjadi hartawan, tapi hartanya harus berputar, melalui proses produksi dan perdagangan, hingga “menyuburkan sedekah dan memusnahkan riba”. Sebaliknya, kekayaan yang ditimbun dalam rekening bank berarti, “memusnahkan sedekah dan menyuburkan riba”.
Konsentrasi penghimpunan dan penyaluran zakat/sedekah pada satu periode tertentu, misalnya bulan Ramadhan, adalah cermin banyaknya penimbunan harta. Sedangkan pertanda zakat/sedekah yang berasal dari harta produktif adalah jika pengumpulan dan penyalurannya terjadi pada setiap waktu, tidak terkonsentrasi pada satu waktu tertentu saja. Sebab nisab dan haul zakat akan jatuh mengikuti dinamika proses produksi, entah di pertanian, peternakan, pabrik dan perdagangan.
Pertanda suburnya sedekah dan punahnya riba yaitu banyak yang membagikan sedekah setiap hari, sepanjang tahun. Baitul mal tersebar sampai ke pelosok kampung, menyantuni fakir miskin, karena sedekah mengalir setiap hari. Sedekah akan subur jika kita mengamalkannya dengan tepat, bukan sebagai charity, melainkan sebagai muamalat.
Rasulullah Saw adalah manusia yang paling dermawan. Sehingga digambarkan sebagai “lebih pemurah daripada angin yang bertiup”. Beliau tidak pernah menyisakan satu dinar emas atau satu dirham perak pun dimalam hari, karena habis disedekahkan di siang harinya. Cadangan makanan dalam lumbung rumahnya acapkali kosong sebelum waktunya karena di sedekahkan. Beliau tidak pernah menolak apapun yang orang meminta darinya. Bahkan beliau pun tak meninggalkan warisan apapun buat keluarganya.
Ketahuilah, bahwa dalam bersedekah tak ada yang perlu dihitung-hitung. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa harta yang tersisa bagi kita adalah harta yang di sedekahkan. Sementara harta yang kita simpan dan kita timbun, justru tidak tersisa karena habis dibagikan kepada ahli waris. Harta yang kita sedekahkan adalah harta yang akan tumbuh subur, terutama sedekah berupa wakaf.
******* SELESAI ******
*) Disarikan dari buku “Wakaf dengan cara Kapitalis, Ditulis oleh Zaim Saidi