Wakaf Islam (1)
Bentuk wakaf pertama yang dikenal manusia adalah wakaf agama, berupa tanah dan bangunan untuk peribadatan, hampir jarang dijumpai wakaf untuk kaum fakir miskin. Perkembangan selanjutnya, demi memenuhi kebutuhan masyarakat muncullah wakaf ekonomi. Misalnya wakaf zurri yaitu wakaf pembentukan modal untuk membantu keturunan si wakif, dan wakaf investasi yang tujuannya mengembangkan ekonomi.
Arti wakaf yang sesungguhnya adalah menciptakan harta benda produktif dimana hasil keuntungannya dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Benarlah bahwa wakaf harus produktif agar harta wakaf (pokok harta) dapat bertahan dan berkembang. Karena untuk mempertahankan harta wakaf diperlukan biaya untuk perawatan.
Pada era Mesir kuno sudah dikenal wakaf produktif berupa wakaf lahan pertanian yang yang hasil keuntungannya diinfakkan untuk biaya hidup pengurus dan untuk biaya perawatan bangunan peribadatan. Selain itu, surplus tersebut juga digunakan untuk menyantuni fakir miskin dan kegiatan sosial lainnya.
Ka’bah merupakan wakaf agama pertama yang dikenal manusia. Ada yang mengatakan Ka’bah dibangun pertama kali oleh Nabi Adam as., kemudian dasar-dasarnya ditinggikan oleh Nabi Ibrahim as.
Wakaf agama yang pertama dalam Islam ditandai dengan pembangunan masjid Quba. Pembangunan masjid dilakukan setelah Rasulullah saw berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Kemudian diikuti pembangunan masjid Nabawi diatas tanah milik anak yatim dari Bani Najjar. Rasulullah saw membeli tanah tersebut yang kemudian mewakafkannya.
Suatu saat umat Islam kesulitan membeli air dari sumur Raumah milik seorang Yahudi karena harganya yang mahal. Kemudian atas perintah Rasulullah saw, Usman bin Affan membeli sumur tersebut dan mewakafkannya kepada kaum muslimin.
Pada perang Uhud Rasulullah memerintahkan semua penduduk Madinah ikut berperang mempertahankan kota Madinah, termasuk kaum Yahudi. Diantara Yahudi terdapat Mukhairiq pemilik Perkebunan Sab’ah. Sebelum pergi perang dia menyatakan bahwa jika dia terbunuh maka kebun miliknya akan menjadi milik Rasulullah Saw. Maka benarlah dia terbunuh dan kebun tersebut menjadi milik Rasulullah saw. Rasulullah kemudian memberikan sebagian dari hasil kebun tersebut untuk keluarga Mukhairiq dan sisanya digunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
Berdasarkan hadis , “Kami para nabi tidak memberikan harta warisan”, maka sepeninggal Rasulullah saw, Abubakar tidak mewariskan kebun Sab’ah dan tidak pula membagikan hasil kebun tersebut kepada keluarga Nabi.
Karena kuatir akan menjadi harta peninggalan maka Umar bin Khattab mewakafkan kebun miliknya untuk kepentingan kaum muslimin. Umar bin Khattab pun pernah mewakafkan tanahnya di Khaibar yang paling ia cintai karena manfaatnya yang sangat banyak. Ketika Abu Talhah mewakafkan kebun kurma Bairaha yang sangat disayanginya maka turunlah ayat, “Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. (QS. Ali Imran:92).
Tidak ada satupun dari keluarga para sahabat yang tidak mewakafkan tanah atau bangunan. Ada diantara para sahabat yang menyisihkan sebagian keuntungan benda wakaf kepada keturunan mereka, sehingga munculah istilah wakaf dzuri atau wakaf keluarga.
*) Disarikan dari buku Wakaf Islam, Badan Wakaf Indonesia 2015