WALAU tidak terlibat langsung perang di kawasan Timur Tengah terutama dalam konteks antara negara-negara Arab dan Palestina melawan Israel, anggaran militer Arab Saudi ternyata sangat fantastis, menempati urutan ke lima global di bawah Amerika Serikat, China, Rusia dan India.
Operasi militer terbatas Arab Saudi yang tercatat sejauh ini dilakukan di Yaman guna mendukung pasukan mantan Presiden Abdurrabuh Mansur Hadi melawan milisi suku Houti.
Pemerintah Amerika Serikat seperti dilaporkan Reuters, menyepakati paket penjualan persenjataan senilai 142 miliar dollar AS atau setara Rp 2.358 triliun kepada Arab Saudi, Selasa (13/5) lalu.
Kesepakatan itu disebut sebagai perjanjian kerja sama pertahanan terbesar yang pernah dilakukan oleh Washington yang diteken bertepatan dengan lawatan Presiden AS Donald Trump ke Riyadh, ibu kota Arab Saudi.
Dari naskah resmi yang dirilis Gedung Putih, kerjasama mencakup berbagai sektor, mulai dari pertahanan udara dan rudal, kekuatan udara dan teknologi luar angkasa, hingga keamanan maritim dan sistem komunikasi.
Reuters melaporkan, paket senjata ini sebelumnya diperkirakan bernilai lebih dari 100 miliar dollar AS (sekitar Rp 1.660 triliun).
Sederetan nama besar di industri pertahanan AS, seperti Lockheed Martin, RTX Corp, Boeing Co, dan Northrop Grumman, disebut terlibat dalam kerja sama tersebut.
Lockheed Martin, salah satu mitra utama, dikabarkan akan menyuplai pesawat angkut C-130, sistem rudal, dan radar, namun, Gedung Putih tidak memberikan konfirmasi soal jenis peralatan militer ataupun perusahaan pembuatnya yang secara spesifik terlibat dalam paket tersebut.
Sebagian Proposal Lama
Reuters menurut sumber yang tidak disebutkan namanya, juga mencatat, tidak semua transaksi dalam kesepakatan ini bersifat baru, beberapa di antaranya telah dibahas dan dinego sejak lama.
Meski kerja sama ini berskala besar, dokumen Gedung Putih tidak menyebutkan apakah perjanjian termasuk jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin yang sejak lama diincar Arab Saudi.
Belum ada kejelasan apakah Washington akan mengizinkan penjualan jet tersebut, mengingat kebijakan AS yang menjamin keunggulan militer kualitatif (qualitative military edge/QME) Israel atas negara-negara Arab lainnya.
Dengan kebijakan itu berarti AS cenderung memastikan bahwa Israel selalu mendapatkan akses senjata yang lebih canggih.
Menurut ebuah sumber, QME yang dimaksudkan berupa jaminan AS bahwa Israel memperoleh senjata lebih canggih daripada negara-negara Arab, adalah masalah yang selalu muncul.
Israel sendiri telah mengoperasikan jet tempur F-35 selama sembilan tahun dan saat ini sudah memiliki 75 buah yang disebar di beberapa skuadron.
Dominasi AS
AS dengan anggaran militer terbesar di dunia, tidak hanya terus mendominasi peringkat tetapi juga menguasai 62,3 persen dari lima negara dengan anggaran militer terbesar di dunia, diikuti China dan Rusia dengan masing-masing 18,6 persen dan 8,8. Persen
Global Fire mencatat total anggaran militer global 2025 sebesar 2,46 triliun dollar AS dengan 10 negara tertinggi sbb:
- AS USD895 miliar.
- China USD266,85 miliar.
- Rusia USD126 miliar.
- India USD75 miliar.
- Arab Saudi USD74,76 miliar.
- Inggris Raya USD71,5 miliar.
7 Jepang USD57 miliar.
8 Australia USD55,7 miliar.
- Prancis USD55 miliar.
- Ukraina USD53,7 miliar.
Indonesia berada di peringkat 29 dengan anggaran USD10,6 miliar. Posisi Indonesia masih di bawah Singapura yang menempati posisi 26 dengan anggaran USD15 miliar.
Thailand di peringkat 45 dengan anggaran USD5,9 miliar. Malaysia jauh di bawah Indonesia, menempati peringkat 50 dengan anggara USD4,8 miliar.
Memegang motto “Si vis pacem para bellum” atau “negara yang cinta damai haru siap berperang”, banyak negara berlomba-lomba menggelontorkan anggaran militernya, bahkan ada yang mengorbankan pengentasan kemiskinan, program kesehatan dan kesejahteraan rakyat. (Reuters/ns)
