BANJARAN DURNA (20)

Durmagati pun kaget, setelah berebut olie bekas dalam botol plastik kok mendadak Citraksi bisa ngomong jelas, tidak gagap lagi.

TAPI wayang Kurawa yang bernama Dursasono itu memang terkenal urakan, gonyak ganyuk nglelingsemi (bikin malu). Masih mending Durmagatilah, meski omongannya suka clometan macam Roy Suryo, tapi perilakunya masih terukur. Dari jejak digitalnya bisa dilihat, dulu Dursasono ini pernah hendak menelanjangi Drupadi di depan publik, untung saja dilindungi dewa dari kahyangan. Kain yang ditarik paksa  itu ternyata tak ada habisnya, sehingga tubuh Drupadi muter macam gasing sampai kepala jadi pusing.

Tak menggubris saran Patih Sengkuni, Dursasono memilih memburu Begawan Abiyasa yang menyelamatkan botol Lenga Tala ke dalam kantong jubahnya. Tanpa permisi tanpa salam, langsung saja tangannya ngerogoh kantong jubah. Tapi jangan dikira, meski Begawan Abiyasa sudah berusia 80 tahun lebih, dia gerakannya masih lincah. Maka dengan cepat dia menepiskan tangan Dursasono.

“Apaan sih ini, main rogoh saja macam tukang copet!” omel Begawan Abiyasa, dan Dursasono terkena kibasan tangan sang begawan yang begitu cepat,  langsung jatuh telentang.

“Waduh, nggak nyangka. Begawan Abiyasa masih rosa-rosa macam Mbah Marijan.” Pekik Dursasono kesakitan, tapi dari sana dia jadi tahu bahwa Begawan Abiyasa itu ternyata tak memakai celana kolor.

Begawan Abiyasa berpikir cepat. Jika pusaka Lenga Tala masih berada dalam genggamannya, dipastikan Dursasono yang suka mburog (nekad) itu tetap akan mengejarnya. Karena itulah kemudian sang begawan melemparkan pusaka tersebut ke udara dan melesat entah ke mana. Dan benar saja, bala Kurawa-100 termasuk Dursasono tak lagi mempedulikan Begawan Abiyasa, melainkan berbalik arah mengejar arah melesatnya Lenga Tala ke arah barat, persis bocah-bocah memburu layang-layang putus.

Bala Kurawa-100 telah berjalan ke barat sejauh 2 Km, tapi lokasi jatuhnya botol Lenga Tala tak ditemukan juga. Ketika melihat botol Aqua tergolek di tumpukan sampah, mereka berebut mendapatkannya hingga botol plastik itu pecah berantakan. Tapi yaelah……. ternyata itu bukan botol Lenga Tala melainkan olie bekas. Padahal olienya kadung muncrat ke mana-mana. Tangan kotor semua!

“Sialan, gue kira botol Lenga Tala, ternyata olie bekas.” Gerutu Citraksi.

“Lho, kok ngomongmu jadi jelas, tidak lagi gagap?” Durmagati mempertanyakan.

“Masak iya sih? Lho, kok iya ya! Wah, ya alhamdulillah wasyukurilah….” pekik Citraksi kegirangan.

“Man …..man….mana ol…olie bek… bekasnya…..!” potong Citraksa, kembaran Citraksi.

Gantian semua heran, kenapa yang ngomong jadi lancar hanya Citraksi saja, sementara Citraksa tetap gagap permanen. Jadi ini karena pengaruh kotoran si olie bekas, atau karena perubahan emosi saat saling dorong berebut botol olie bekas tersebut? Rasanya ini perlu penyelidikan lebih seksama, tapi tak perlu dalam tempo sesingkat-singkatnya. Soalnya ini kan cuma urusan Citraksi, bukan naskah Proklamasi.

Lenga Tala telah menghilang secara misterius, dan sudah menjadi karakter bala Kurawa, paling malas untuk berjuang sampai sukses. Maka ketika Lenga Tala sudah melenyap begitu saja, ya sudah……mereka tak mau mencarinya lagi. Mereka kembali pada kesibukan rutinitas, bermalas-malasan main HP. Toh sebagai bala Kurawa-100 meski tak bekerja mereka otomatis dapat tunjangan negara.

“Dari dulu Lenga Tala kan hanya mitos, kita nggak perlu terlalu ngaya (bernafsu) mencarinya.” Nasihat Kartomarmo.

“Kita mending mikir yang riel saja, kapan minyak goreng jadi murah, ketimbang mikir Lenga Tala yang ngayawara (mustakhil).” Sambung Dursasono yang sebelumnya telah berhasil memburu Lenga Tala hingga ke kantong jubah Begawan Abiyasa.

Insiden rebutan Lenga Tala di Candi Saptahargo telah seminggu berlalu. Tiba-tiba beredar kabar bahwa Durmagati menggeluti bisnis anyar, jualan minyak goreng curah berharga murah. Sebotol isi 2 liter hanya dijual Rp 10.000,- Keruan saja peminatnya membludak, terutama kaum ibu. Dijual di pasar-pasar tradisional langsung ludes. Yang menarik, pembeli tak dibatasi. Beli satu liter boleh, tapi beli satu truk tengki juga dilayani.

Kata Durmagati dalam selebaran promosinya, migor curah ini diproduksi oleh Satgasus Kurawa-100 bidang ekonomi, demi mengatasi kelangkaan migor di pasaran. Kenapa bisa dijual murah, karena bahan baku atau biangnya bersumber pada Lenga Tala yang sudah diketemukan. Walhasil image bahwa Lenga Tala itu hanya bisa bikin kebal bacokan, perlu diluruskan. Berdasarkan penelitian BPOM (Balai Penelitian Obat & Makanan) bekerjasama dengan Majelis Begawan Ngastina, migor produk Satgasus ini aman dikonsumsi.

“Bener nih Durmagati, promosimu kok macam tukang obat di Alun-Alun Lor saja. Masa iya, biang Lenga Tala bisa jadi produk macam-macam dan menyembuhkan penyakit macam-macam pula.” Tegur Patih Sengkuni pada Durmagati.

“Bener kok Oom. Bahkan penderita lemah syahwatpun bisa gagah perkasa seperti Gatutkaca. Gatutkaca kan selama ini hanya satu, berkat biang Lenga Tala sekarang ada seribu.” Potong Citraksi, mendukung statemen Durmagati.

Patih Sengkuni geleng-geleng kepala, omongan Citraksi kok seperti iklan Pilkita sebelum tahun 1970-an saja. Namun demikian point “obat lemah syahwat” itu masuk dalam catatan otaknya. Benarkah itu? Dia mencoba mengingat-ingat, waktu mandi Lenga Tala tempo hari, sudahkah merata sampai ke si “adik kecil”? Ah, sudahlah….. lupakan saja, nanti bisa jadi Jaka Tingkir ngombe dhawet, yen dipikir marakke mumet!

Tapi di sisi lain Patih Sengkuni ingin mengkritisi statemen Durmagati bahwa Lenga Tala yang dilemparkan Begawan Abiyasa telah ditemukan. Kenapa bila telah ditemukan kok dia tak melapor ke Prabu Duryudana selaku raja Ngastina sekaligus pemimpin Kurawa-100. Bila benar sudah ketemu, seharusnya dia menyerahkan ke Prabu Duryudana, sebab bagaimana pun juga Lenga Tala itu termasuk aset negara Ngastina.

“Durmagati, saya mau klarifikasi. Bila benar Lenga Tala telah ditemukan, kenapa kamu diam saja. Mestinya kamu lapor ke anak Prabu Duryudana, dong!”

“Jelas sudah dong! Tapi untuk selanjutnya, saya selaku Ketua Satgasus boleh ambil kebijakan yang bisa nembus antar lembaga manapun, tanpa bisa dihalangi dan dicegah.” Jawab Durmagati sambil berkacak pinggang, namanya juga lagi berkuasa.

(Ki Guna Watoncarita)