Damai yang Terkoyak di Tolikara

0
238

JAKARTA – Peristiwa penyerangan terhadap umat Muslim pada Hari  Raya Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat (17/07/2015) kemarin, menyisakan tanda tanya besar di benak warga Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Pasalnya sudah puluhan tahun warga Tolikara, Nasrani dan Muslim, hidup damai dan rukun.

Salah satu warga Karubaga, Nurbayanti (35 tahun), mengaku heran dengan surat edaran yang dikeluarkan Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang di antaranya mengungkit pelarangan kegiatan beribadah dan mengenakan jilbab. Alasannya GIDI akan melaksanakan kegiatan seminar dan KKR tingkat internasional pada 13-19 Juli 2015. Surat itu dikeluarkan pada 11 Juli 2015.

Nurbayanti mengatakan, selama 20 tahun dia tinggal di Tolikara sejak tahun 1996, belum pernah ada pelarangan beribadah atau mengenakan jilbab. “Ini baru pertama kalinya. Makanya saya heran kok bisa. Sebelumnya tidak pernah ada larangan jilbab apalagi salat,” kata Nurbayanti dikutip dari Kiblat.net, kemarin.

Nurbayanti melanjutkan, suasana kehidupan antar umat beragama di Tolikara sangat kondusif dan toleran. Bahkan GIDI sebagai komunitas beragama di Tolikara mengizinkan pembangunan rumah ibadah dan pelaksanaan kegiatan beragama.

Jika ada salah satu umat beragama yang akan melaksanakan hari raya, maka umat beragama lainnya akan saling mengunjungi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kerukunan satu sama lain.

“Sesama tetangga ya saling silaturahim, waktu Natal kemarin saya ke sana. Bahkan kemarin (sebelum Idul Fitri), tetangga memberikan kami hadiah makanan dan minuman,” kata Nurbayanti.

Jumlah penduduk muslim Tolikara saat ini berjumlah lebih dari seribu jiwa. Kegiatan salat Idul Fitri di Tolikara sudah dilakukan sejak 1945, saat Indonesia merdeka. Kegiatan ini berlangsung secara terus menerus. Salat Idul Fitri di halaman Koramil pun sudah dilakukan sejak beberapa tahun sebelumnya dan tidak pernah ada masalah dengan penduduk pemeluk agama lain. Selama ini salat Idul Fitri dilakukan menggunakan pengeras suara dalam volume kecil yang hanya dapat didengar oleh jamaah salat Idul Fitri. Pada Shalat Id tahun ini, jumlah jamaah yang hadir tahun ini sekitar 400-an jiwa.

Pada saat bersamaan dengan salat Idul Fitri, sedang dilakukan pertemuan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Internasional yang dihadiri kurang lebih sejumlah 7.000 peserta dari dalam maupun luar Tolikara, termasuk luar negeri.

Melalui Babinsa TNI didapatkan informasi, bahwa saat itu terdapat tiga kelompok penyerang yang berasal dari wilayah atas, tengah, dan bawah, yang berjumlah sekitar 500 orang.  Akibat penyerangan, kios yang terbakar berjumlah 64 kios (ada yang digunakan sebagai tempat tinggal, atau rumah tinggal sebagai ruko).  Milik non muslim sebanyak 15 kios, sisanya milik muslim.

Masyarakat meninggalkan ruko saat terbakar. Masjid Baitul Muttaqin terbakar sebagai imbas ruko yang terbakar. Indikasi kebakaran adalah disengaja, karena sebelumnya terlihat ada warga yang membawa solar dan alat pemantik api.

Akibat kejadian itu pula Sebanyak 12 orang terluka dan 153 orang terpaksa mengungsi.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here