JAKARTA – Menurut para ahli, El Nino akan datang setiap tiga sampai delapan tahun sekali, dan saat ini sudah berjarak lima tahun sejak kedatangannya yang terakhir.
Tanda-tanda El Nino akan datang ditandai dengan naiknya suhu bumi di area Samudra Pasifik beberapa bulan secara berturut-turut hingga bulan Juni 2015 mendatang. Kemudian pada bulan Pebruari 2015, terdeteksi pergerakan angin di Pasifik mulai stagnan, sehingga suhu udara akan hangat dan badai akan bergerak ke Timur menuju Amerika.
Prediksi dari ahli meteorologi di Australia, Jepang dan Amerika Serikat baru-baru ini, suhu meningkat sampai 70 persen di tahun ini. Efek dari El Nino akan terjadi banjir di AS, karena es di Antartika mulai mencair, sementara di Eropa terjadi sebaliknya, akan terjadi musim dingin yang paling parah. Badai El Nino terkuat, terjadi pada tahun 1997-98.
Pusat prakiraan iklim Amerika (Climate Prediction Center) mencatat, bahwa sejak tahun 1950, telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena El-Nino, 6 kejadian di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988 dan 1997/1998. Intensitas el-nino secara numerik ditentukan berdasarkan besarnya penyimpangan suhu permukaan laut di samudra pasifik equator bagian tengah. Jika menghangat lebih dari 1.5 oC, maka El-Nino dikategorikan kuat.
Sebagian besar kejadian-kejadian El Nino itu, mulai berlangsung pada akhir musim hujan atau awal hingga pertengahan musim kemarau yaitu Bulan Mei, Juni dan Juli. El-Nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah dua kejadian El-Nino terhebat yang pernah terjadi di era modern dengan dampak yang dirasakan secara global. Disebut berdampak global karena pengaruhnya melanda banyak kawasan di dunia. Amerika dan Eropa misalnya, mengalami peningkatan curah hujan sehingga memicu bencana banjir besar, sedangkan Indonesia, India, Australia, Afrika mengalami pengurangan curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang.
Di Indonesia, tahun 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan di Indonesia menjadi perhatian internasional karena asapnya menyebar ke negara-negara tetangga. Kebakaran hutan yang melanda banyak kawasan di Pulau Sumatera dan Kalimantan saat itu, memang bukan disebabkan oleh fenomena El-Nino secara langsung. Namun kondisi udara kering dan sedikitnya curah hujan telah membuat api menjadi mudah berkobar dan merambat dan juga sulit dikendalikan. Di sisi lain, kekeringan dan kemarau panjang juga menyebabkan banyak wilayah sentra pertanian mengalami gagal panen karena distribusi curah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan tanaman.
Publikasi-publikasi ilmiah menunjukkan bahwa dampak El-Nino terhadap iklim di Indonesia akan terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, dan akan berkurang (atau bahkan tidak terasa) jika terjadi bersamaan dengan musim penghujan. Dampak El-Nino juga ternyata berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain, bergantung pada karakteristik iklim lokal. Oleh karena itu, menjadi menarik bagi para analis iklim untuk memperhatikan sebaran dampak El-Nino dari bulan ke bulan (khususnya di musim kemarau) dan dari satu lokasi ke lokasi lain, berdasarkan catatan kejadian El-Nino di masa lalu. – Reuters/BMKG