JAKARTA—Sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), SUAKA, dan The Wahid Institute mendorong Pemerintah Indonesia untuk memerhatikan pengungsi internasional, khusunya pengungsi Rohingya.
Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan membentuk kerangka hukum guna menangani masalah pengungsi dan pencari suaka, baik melalui aksesi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, maupun dengan menerbitkan Peraturan Presiden.
“Penanganan masalah dengan menekankan pada aspek hak asasi manusia, agar terdapat jalan keluar yang lebih bersifat jangka panjang dan sistematis”, ujar Febi Yonesta dari SUAKA, saat diskusi di Wahid Institute Jakarta, Sabtu (20/6/2015).
Selain itu, mereka juga mendesak ASEAN untuk segera mengambil langkah konkret dalam upaya menghentikan segala bentuk diskriminasi, persekusi, dan penyebaran kebencian terhadap kelompok minoritas Rohingya di Myanmar, yang menjadi penyebab terjadinya arus pengungsian mereka ke luar negaranya.
“Kami juga menyerukan pemberlakuan non-diskriminasi dan hak asasi manusia bagi seluruh pencari suaka dan pengungsi yang ada di Indonesia, termasuk Rohingya,” tambahnya.
Terakhir, koalisi ini juga menyerukan kepada berbagai pihak untuk tidak menyempitkan persoalan pengungsi Rohingya sebagai masalah antar-agama. Persoalan Rohingya adalah persoalan kemanusiaan yang harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh bangsa.
“Di hari pengungi internasional yang kebetulan bertepatan pula dengan Bulan Suci Ramadhan 1437 H, kami, masyarakat sipil lintas sektor mengundang juga rekan-rekan masyarakat luas untuk bersama-sama menyebarkan semangat kemanusiaan bagi pencari suaka dan pengungsi di Indonesia,” tukas M. Sabeth Abilawa dari Dompet Dhuafa.