JAKARTA – Jika kita berpikir bahwa uang yang didapat dengan cara haram bisa dibersihkan dengan bersedekah atau berinfak, itu adalah kesalahan besar.
Agama mengajarkan bahwa manusia harus mencari nafkah yang thayyib (baik). Secara fisik, harta atau makanan yang thayyib berdampak positif bagi kesehatan. Secara batin, harta yang thayyib membuat hati bersih dan hajat-hajat terkabul.
Lantas, apakah benar sedekah atau infak dengan uang haram bisa menghapus dosa dari perbuatannya?
Harta Haram Menurut Islam
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188)
Para ahli tafsir menyatakan bahwa kata memakan dalam ayat tersebut adalah gambaran umum. Artinya, dorongan utama orang dalam mencari harta adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan.
Kata memakan dalam ayat tersebut tidak hanya membatasi keharaman pada makanan saja, tetapi juga mencakup harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, seperti korupsi, berjudi, atau mencuri, haram digunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Ulama membagi sesuatu yang haram menjadi dua kategori. Pertama, haram secara zat, seperti daging babi, daging anjing, bangkai, darah, dan sejenisnya.
Kedua, haram secara hukum, yaitu sesuatu yang halal secara zat tetapi diperoleh dengan cara yang tidak sesuai syariat. Contohnya, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, judi, dan lain-lain. Allah mengharamkan kedua jenis harta tersebut.
“Abu Mas’ud al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melarang umatnya untuk menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina, dan bayaran praktik perdukunan (sihir).” (HR Bukhari Muslim)
Selain ayat Al-Quran sebelumnya, hadis tersebut juga menjadi landasan keharaman harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Hukum Infak dengan Uang Haram
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Baqarah: 267)
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima salat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (gulul).” (HR an-Nasa’i)
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW tersebut jelas bahwa Allah tidak menerima sedekah atau infak dari uang haram, yaitu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar. Allah hanya menerima sedekah atau infak dari harta yang berasal dari sumber yang halal.
Solusi untuk Harta yang Diperoleh Secara Haram
Bagaimana solusi untuk harta yang diperoleh secara haram, jika tidak diterima sebagai infak juga tidak boleh dikonsumsi sebagai makanan?
Jika seseorang memperoleh harta dengan cara menzalimi atau mengambil hak orang lain, ia harus mengembalikannya. Misalnya, harta yang diperoleh melalui mencuri, mencopet, korupsi, merampok, dan sejenisnya. Orang tersebut berdosa atas perbuatannya, tetapi ia wajib mengembalikan harta tersebut kepada yang berhak.
Jika harta tersebut diperoleh dengan menzalimi orang lain secara umum (bukan spesifik), sehingga sulit mencari orangnya, ia dapat mendistribusikan harta tersebut ke wilayah kemaslahatan umum.
Misalnya, untuk pembangunan jalan, jembatan, atau fasilitas umum lainnya. Namun, harta haram tidak boleh didistribusikan untuk pembangunan masjid.
Infak dengan Uang Haram, Apakah Dapat Pahala?
Jika seseorang mendapatkan harta haram dengan usahanya, ia berdosa atas usahanya itu. Jika harta haram tersebut diinfakkan, ia tidak akan mendapat pahala atas infak tersebut.
Namun, jika harta haram itu diinfakkan karena ia tidak mau memakannya dan sebagai bentuk pertobatan, ia memperoleh pahala hanya atas niat baiknya.
Berbeda halnya jika seseorang mendapatkan harta haram bukan karena usahanya sendiri, misalnya mendapat bunga dari tabungan yang tidak bisa ia hindari. Padahal, ia menabung bukan untuk mendapatkan bunga. Bunga itu tetap haram baginya.
Jika bunga tersebut diinfakkan, orang tersebut tidak akan memperoleh pahala atas infaknya itu, tetapi hanya akan mendapat pahala dari niat salehnya untuk melepaskan diri dari harta haram yang datang bukan atas kemauannya sendiri. Wallahua’lam.