MEDECINE Sans Frontieres (MDS) atau dokter tanpa tapal batas yang bergerak di bidang kemanusiaan int’l menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus keracunan metanol terbanyak di dunia.
Jumlah keracunan metanol di Indonesia etiap tahun mencapai 329 orang, disusul India 125, Rusia 117, Pakistan 38 dan Bangladesh 34, padahal sebagian besar bangsa Indonesia yang muslim tidak mengosumsi alkohol karena dilarang agama.
Hanya sejumlah kelompok masyarakat tertentu yang mengonsumsi alkohol sebagai bagian dari tradisi adat mereka.
Di Indonesia, menurut MSF, keracunan metanol kebanyakan disebabkan karena minuman keras yang ditambahkan kandungan lain atau dikenal dengan istilah oplosan, termasuk yang ditemukan di sejumlah minuman arak.
Sementara Dr Knut Erik Hovda, pakar wabah metanol global Oslo University Hospital mengungkapkan, ditemukan 58 insiden keracunan metanol di seluruh dunia dalam 12 bulan terakhir dialami 1.200 orang dan mengakibatkan lebih 400 kematian.
Namun, Dr Knut mengatakan, tidak diketahui seberapa besar sebenarnya masalah ini. “Kami khawatir kalau yang kita lihat hanya puncak gunung es,” katanya.
Sedangkan Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Dr. Ady Wirawan yang melakukan penelitian tentang keracunan metanol di Bali mengatakan, tidak semua proses produksi alkohol lokal di Indonesia memiliki standar, sehingga ada beberapa yang memproduksi metanol ketimbang etanol.
“Peraturan yang lemah dan pengawasan yang minim terhadap produksi dan distribusi alkohol ilegal membuat praktik ini terus berlanjut.
Alternatif
Harga alkohol legal yang tinggi membuat konsumen mencari alternatif yang lebih murah, meski ada risikonya,” katanya. Dr.Adi menambahkan, banyak konsumen tidak menyadari, minuman keras yang dibuat rumahan sering mengandung zat berbahaya.
Stigma soal negatif bagi pengonsumsi alkohol juga menjadi masalah lainnya. “Di beberapa daerah, konsumsi alkohol dianggap tabu, membuat korban keracunan enggan mencari pertolongan medis atau melaporkan kasus mereka,” katanya.
Sementara dampak psikologis dari metanol menjadi perhatian Dr Elvine Gunawan, psikiater Mental Hub Indonesia dalamkomunikasi dengan satu-satunya yang selamat dalam kasus keracunan metanol yang merenggut nyawa empat orang lainnya.
“Ia merasa bersalah karena tidak dapat menyelamatkan teman yang meninggal tepat di depan mata mereka, sementara pasiennya mengalami kebutaan” kata Dr Elvine.
Selain mengalami kebutaan akibat keracunan metanol, pasiennya juga mengalami pelecehan oleh warga di sekitarnya.
Menurut Dr Elvine, pasiennya tersebut merasa, dirinya memang pantas mengalami kebutaan, atau harusnya meninggal bersama teman-temannya, dan kini sudah berhenti mencari perawatan kesehatan mental.
Sedangkan Dr Ady mengatakan stigma yang disematkan bagi orang yang meminum alkohol menjadi penghambat saat terjadi kasus-kasus keracunan metanol yang memerlukan bantuan pengobatan.
“Idealnya kita bisa langsung merawatnya untuk observasi, tetapi mereka malah menutupinya karena malu,” katanya.
Terapi etanol
Namun ironisnya, salah satu perawatan intervensi dini untuk keracunan metanol adalah dengan memberikan etanol, jenis alkohol yang aman untuk diminum, menurut Dr. David Ranson, seorang profesor kedokteran forensik di Monash University.
Ia mengatakan metanol menjadi masalah ketika tubuh mulai mengurai kandungannya yang kemudian menjadi bahan kimia berbahaya, formaldehida, yang digunakan dalam proses pembalsaman, serta asam format, yang “pada dasarnya membunuh sel”.
“Ini adalah sel racun, yang mengganggu produksi energi sel, sehingga sel menjadi mati,” terang Dr Ady.
Dokter David mengatakan, karena tubuh memprioritaskan etanol untuk diproses, memasukkan lebih banyak etanol ke dalam tubuh bisa membantu menahan metanol dan menghentikan penguraiannya sebelum dikeluarkan dari tubuh.
Perawatan lainnya termasuk memberikan penawar racun fomepizole, yang lebih mahal dan tidak tersedia di beberapa negara, dan proses dialisis yang menyaring darah.
Meski di tahun 2018, Majelis Ulama Indonesia memutuskan praktisi medis dapat menggunakan etanol untuk menyelamatkan nyawa, seperti keracunan metanol, tapi penerapannya bergantung pada keyakinan masing-masing dokter.
“Karena bukan untuk digunaan oleh pendosa, tapi sebaliknya malah untuk menyelamatkan nyawa, itu diperbolehkan. Tetapi sekali lagi, semuanya kembali pada nilai-nilai etika dokter,” kata Dr Ady.
Literasi masyrakat Indonesia tentang mengosumsi miras yang mengadung metanol selain dilarang agama dan dianggap haram, juga terkait bahayanya bagi tubuh manusia, bahkan sampai mengancam nyawa