KUALA LUMPUR—Meski pemerintah Malaysia dan Indonesia telah bersepakat untuk memfasilitasi penampungan bagi pengungsi Rohingya yang terdampar di kedua negara, masih banyak persoalan yang harus diantisipasi, terutama untuk menjamin keberlagsungan hidup mereka. Masa yang diberikan pemerintah kedua negara kepada pengungsi Rohingya adalah satu tahun. Itu artinya, kita harus memikirkan bagaimana kehidupan sosial-ekonomi mereka selama di pengungsian. Lantas, bagaimana pula nasib mereka setelah batas waktu waktu yang ditentukan.
Pemikiran-pemikiran di atas mengemuka dalam sesi diskusi lembaga-lembaga kemanusiaan ASEAN di selea-sela General Meeting II Southeast Asian Humanitarian Committe (SEAHUM), di Aula MyCare, Kuala Lumpur, Rabu (21/5/2015). Dalam sesi itu, ada beberapa masalah utama yang harus diselesaikan dalam membantu kelompok Rohingya di pengungsian, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. “Kita membaginya ke dalam dua kelompok besar, yaitu respon untuk memenuhi kebutuhan dasar selama di pengungsian, serta advokasi yang terkait dengan advokasi di level kebijakan,” ujar ujar Wakil Presiden SEAHUM, Muhammad Sabeth Abilawa.
Dari sisi respon, ada masalah makanan, kesehatan, dan pendidikan, termasuk di dalamnya penguatan kapasitas para pengungsi yang harus menjadi perhatian.“Dalam setahun itu, siapa yang menjamin makanan sehari-hari mereka, bagaimana dengan pendidikan anak-anak mereka. Kita tidak mungkin membiarkan mereka di pengungsian tanpa kegiatan,” terang Sabeth.
Dari sisi advokasi, harus ada yang terus mengupayakan dan menyuarakan tentang pengakuan kewarganegaraan kelompok Muslim Rohingya. Status pengungsi yang disematkan UNHCR juga harus menjadi perhatian serius agar mereka bisa mendapat pengakuan dan bantuan dunia. “Selain itu, kita perlu mendorong upaya-upaya diplomatik, baik di kawasan maupun global untuk menekan Myanmar,” tukas Sabeth.
Untuk itu, Sabeth mengatakan, NGO-NGO yang tergabung dalam SEAHUM akan berbagi peran dalam mencari jalan keluar permasalahan-permasalahan di atas. “Ada yang mendapat mandat untuk mengelola shelter dan kebutuhan pengungsi, membuat program pemberdayaan, ada pula yang bertugas di bidang advokasi,” tukasnya.