Integritas Aparat Lemah, Penegakan Hukum Bermasalah

Lemahnya integritas para penegak hukum menghambat upaya penegakan hukum. Jangan sampai legacy pemerintah Jokowi dalam penegakan hukum tercederai.

PROBLEM penegakan hukum di negeri ini berkaitan dengan  rendahnya integritas para penegak hukumnya akibat tidak optimalnya pengawasan, kata anggota Komisi III DPR Nasir Djamil.

Hal itu disampaikan menanggapi hasil survei Litbang Kompas yang digelar 29 April sampai 10 Mei 2023 lalu yang menempatkan kepuasan pada kinerja pemerintah Presiden Jokowi yang terendah (59 persen), dibandingkan dengan bidang keamanan (74,4 persen), kesejahteraan sosial (78 persen) serta ekonomi (59,5 persen).

Total kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi mencapai 71,8 persen atau terjadi kenaikan 0,8 persen dibandingkan survei sebelumnya yang digelar Januari 2023.

“Kultur senioritas (relasi kuasa-red) di antara penegak hukum juga sering menjadi hambatan, “ ujarnya.

Hasilnya, walau reformasi institusi penegak hukum secara structural sudah berlangsung lebih dari dua dekade, belum ada perubahan berarti di ranah kultural aparatnya.

Akibatnya, penyelesaian kasus-kasus hukum secara cepat lebih sering terjadi akibat tekanan publik ketimbang sebagai hasil kesadaran para aparatnya.

Menurut catatan, selain makin marak, kasus-kasus pelanggaran hukum terutama korupsi, jumlahnya fantastis, bahkan tidak masuk akal di era komputerisasi dan keterbukaan informasi saat ini.

Bayangkan! Mankominfo Johny G Plate, tersangka korupsi proyek penyediaan inftastruktur Base Transceiver Station (BTS) dan paket 1 sampai 5 proyek pendukung jaringan internet Bakti Kemanusiaan Komunikasi dan Informatika 2020 – 2022) dimana negara mengalami kerugian Rp8 triliun dari total nilai proyek Rp10,2 triliun.

Jika terbukti di persidangan nanti, berarti sekitar 80 persen dana proyek ditilap, ada yang dimark-up ada pula yang uangnya sudah dikeluarkan tapi barangnya tidak ada.

Dari 4.200 menara BTS yang akan dibangun di wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T), setelah dicek baru 958 yang sudah jadi, itu pun tidak berfungsi karena dibuat asal-asalan.

Pertanyaan besarnya, bagaimana bisa, uang negara sebesar Rp8 triliun dikorupsi oleh satu orang saja? Kemana saja petugas yang lain, terutama yang bertugas mengawasi, satuan pengawas internal, saber pungli,  inspektorat, BPK, BPKP juga Komisi I di DPR yang menjadi mitra kerja Kemenkominfo?

Kasus lain yang viral terkait petugas pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki kekayaaan berupa barang bergerak dan tak bergerak Rp56 miliar, 40 rekeningnya dengan transaksi sampai Rp500 miliar, batangan emas dan lainnya.

Tentu, praktek-praktek penilapan uang negara masih banyak lagi, bak gunung es yang hanya tampak di permukaan, sebagian mulai terungkap dari kasus-kasus flexing (pamer harta) yang ramai diviralkan media seperti dilakukan Kadinkes Lampung selama 14 tahun Rehana, Kepala Kantor BC Yogyakarta Eko Darmanto dan Makassar Andhi Pramono, Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Halim dan Sekda Riau SF Harijanto.

Ironisnya, kasus-kasus tersebut terungkap akibat diviralkan medsos, misalnya kasus Rafale setelah anaknya, Mario Dandi terungkap menganiaya David, begitu pula AKBP Achirudin Hasibuan akibat ulah anaknya, Aditya  menganiaya Ken Admiral.

Praktek korupsi jika tidak dibasmi, selain menghambat capaian program pembangunan, juga merupakan perampasan terhadap hak-hak rakyat terutama yang hidup di garis kemiskinan, dan menjadi legacy buruk yang diwariskan pemerintah Jokowi di tengah banyak keberhasilannya seperti pembangunan infrastruktur, penanganan Covid-19  dan peran RI di mata internasional.

Untuk itu, rakyat harus cermat menelisik track record  capres dan cawapres serta anggota DPR dalam Pemilu 2024 nanti, karena semuanya akan berteriak-teriak “demi rakyat, demi bangsa dan negara”.

Teliti sebelum menjatuhkan pilihan dan last but not least, jangan mau cuma diiming-imingi sembako atau uang receh!.