PENYAKIT kanker paru kerap dikaitkan dengan kebiasaan merokok, namun dalam sejumlah kasus, ada juga pasien kanker paru yang sebelumnya bahkan tidak pernah merokok.
Ketua Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN) Dr dr Tubagus Djumhana SpPD KHOM pada Detik Health (12/12) mengungkapkan, merokok memang salah satu faktor risiko utama dari kanker paru, namun bukan satu-satunya pencetus penyakit kanker paru.
Menurut dia, selain meghisap rokok, paparan zat-zat kimia hingga infeksi virus di lingkungan juga dapat menjadi beberapa faktor pemicu dari kanker paru.
“Kanker paru itu bukan hanya karena merokok, tapi paparan lain misalnya asbes, ataupun yang bahan-bahan kimia, dan semuanya itu yang terhisap bisa mengubah. Lingkungan yang sebelumnya baik, tapi karena ada paparan pertama dan berlanjut, terus menjadi kanker.
Ia menambahkan bahwa kanker paru tidak terjadi secara tiba-tiba. dr Djumhana menjelaskan kanker paru baru muncul setelah paparan karsinogenesis terjadi secara berulang dan dalam waktu tahunan.
Ketika paparan itu terus terjadi selama bertahun-tahun, perubahan dari mukosa paru pun terjadi. Sistem dalam tubuh tidak dapat mengubah mutasi tersebut kembali menjadi normal, bertahap akhirnya menjadi pra-kanker, lalu kanker.
“Jadi munculnya ada pertama dari bahannya karsinogenesisnya itu. Bukan hanya merokok, tapi ada yang lain juga bahan-bahannya dan kemudian juga virus dan infeksi lainnya,” kata dr Djumhana.
Selain faktor paparan lain, dr Djumhana menyebut faktor keturunan juga mungkin menjadi pemicu. Dalam beberapa kasus, ada orang-orang yang memiliki kondisi genetik tertentu sehingga tubuhnya tidak bisa mengontrol perkembangan sel kanker.
Meski kanker paru bisa disebabkan oleh berbagai faktor lain, menghindari rokok tetap menjadi salah satu langkah penting pencegahan kanker paru dan kesehatan secara umum.
Menurut dr Djumhana, hal itu menjadi penting karena kebiasaan merokok adalah faktor risiko hampir semua jenis kanker dan ia juga menekankan pentingnya pemeriksaan secara dini, meski tidak memiliki gejala, untuk mempercepat penanganan apabila pasien memang memiliki kanker.
“Kita perlu melakukan rontgen toraks atau dengan CT scan untuk melihat screening ada nggak karena kalau ditemukan lebih dini, lebih kecil gampang dioperasi, sembuh deh,” tandasnya.
Menurut catatan Kmenkes 2023, ada sebanyak 34.000 kasus kanre paru-paru baru di Indonesia, sementara angka kemtiannya mencapai hampir 88 persen atau sekitar 30 ribu ampai 31 ribu kasus.
Tingginya angka kemtian disebabka lambatnya penanganan, padahal 90 persen pasien kanker paru bisa dismbuhkan jika ditangani sejak dini salah satunya dengan skrining dan deteksi terhadap 14 jeni penyakit termasuk skrining kanker paru bagi kelompok rentan.
Cepat periksakan ke dokter atau puskemas jika mengalami gejalan kanker paru seperti batuk menahun, suara serak, sulit bernafas, batuk berdarah, cepat letih, sering mengalami infeksi paru dan berat badan menyusut.
Waspada dan waspada!