Kebijakan Bupati Pati disoroti Pansus Angket DPRD

Bupati Pati Sudewo yang didesak massa untuk lengser karena banyak kebijakannya yang menyusahkan rakyat, masih keukeuh mempertahankan singgasananya karena menganggap ia diangkat sesuai konstitusi. (ilustrasi: Youtube)

PANSUS Hak Angket DPRD Pati tentang Pemakzulan Bupati setempat,  Sudewo menyoroti 12 kebijakannya yang menuai polemik a.l tentang rotasi jabatan di lingkup Kab.Pati yang dinilai tidak jelas hingga rangkap jabatan.

“Kami sudah mulai mendetailkan. Dari 22 tuntutan  pendemo,kami rangkum menjadi 12 titik yang akan didalami, ” kata  Wakil Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Joni Kurnianto dalam jumpa pers di DPRD Pati yang dilaporkan detikJateng, Kamis (14/8)

Menurut dia, saat ini tim Pansus Hak Angket DPRD Pati mengadakan pertemuan dengan beberapa pihak, seperti akademisi, pihak RSUD RAA Soewondo Pati hingga eks karyawan honorer yang dipecat.

“Kita ingin lebih cermat dan lebih rinci, karena kasus ini  dipantau di seluruh Indonesia. Kita lihat betul saksi, korbannya secara detail,” tuurnya.

Joni mengatakan,  ada beberapa hal yang bisa memberatkan Bupati Pati Sudewo, mengingat  banyak laporan terkait kebijakannya yang diduga menuai polemik.

“Banyak sekali permasalahannya, seperti kemarin surat peringatan ketiga dari BKN (Badan Kepegawaian Negara) soal penunjukan Direktur RAA Soewondo Pati.

BKN sudah mengeluarkan surat peringatan tapi tidak diubris Pak Bupati,” jelasnya seraya menambahkan, ada
220 karyawan yang sebagian sudah bekerja 20 tahun di-PHK secara sepihak, tanpa pesangon.

Picu gelombang protes

Polemik kebijakan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berujung pada gelombang protes besar-besaran pada Rabu (13/8).

Peristiwa ini menjadi sorotan nasional dan dinilai sebagai pelajaran berharga bagi kepala daerah di seluruh Indonesia.

Kebijakan Sudewo menuai kecaman setelah menetapkan kenaikan PBB hingga 250 persen. Kebijakan ini memicu penolakan warga dan memanas menjadi aksi unjuk rasa d depan Kantr Bupati diikuti sekitar 100.000 orang.

Sebanyak 64 pengunjukrasa dan aparat keamanan  dilarikan ke sejumlah RS. Mayoritas di antaranya terkena gas air mata yang ditembakkan polisi guna mencegah aksi yang mulai anarkis akibat bergagungnya sejumlah provokator.

Meski kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan, gelombang protes tak surut. Massa tetap menuntut Sudewo mundur . Situasi memanas ketika Bupati Sudewo muncul di tengah kerumunan massa untuk mendengar aspirasi mereka.

Kehadiran sang bupati justru memicu kemarahan, yang ditandai dengan lemparan sandal dan botol plastik ke arahnya sehingga ia pun dilarikan degan kendaraan rantis polisi.

Eskalasi kekacauan meluas hingga berujung pembakaran sebuah mobil. Aparat kepolisian lantas membubarkan massa dan menangkap 11 orang yang diduga menjadi provokator.

Peringatan bagi Pejabat Publik

Menteri Sekretariat Negara sekaligus Jubir Presiden, Prasetyo Hadi, menegaskan, kasus di Pati menjadi pengingat bagi pejabat publik di semua level untuk berhati-hati dalam membuat dan menerbitkan kebijakan.

“Berkali-kali pemerintah pusat mengimbau, baik pejabat di pusat, provinsi, maupun daerah, agar berhati-hati dalam menyampaikan kebijakan yang berdampak pada masyarakat,” kata Prasetyo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, para pemimpin daerah harus memiliki kemampuan komunikasi publik yang baik karena  kebijakan yang memberatkan warga, apalagi disampaikan dengan arogan, berpotensi memicu gejolak sosial.

Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto telah memonitor situasi di Pati dan menyayangkan kericuhan yang terjadi.

Prasetyo lantas mengimbau semua pihak untuk menahan diri agar masalah tidak semakin membesar. “Kami sudah berkomunikasi dengan Bupati Pati, juga dengan Gubernur Jawa Tengah.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menilai peristiwa di Pati sebagai peringatan bagi kepala daerah agar lebih kreatif menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa membebani warga.

“Masih banyak cara untuk meningkatkan PAD selain menaikkan pajak secara drastis, seperti mengoptimalkan kinerja badan usaha milik daerah (BUMD) atau mengembangkan potensi pariwisata.

Jangan sampai target PAD dicapai dengan menaikkan pajak berkali-kali lipat,” kata Bahtra. Ia menyebut, Komisi II DPR pun selalu mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membina pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten atau kota, untuk menggali potensi pendapatan secara kreatif.

Menurut Bahtra, saat ini banyak daerah selain Pati, yang juga menaikkan pajak karena ketergantungan anggaran dari pemerintah pusat sangat tinggi. Bahkan, sekitar 60-70 persen daerah mengandalkan anggaran yang bersumber dari dana transfer pusat.

“Daerah-daerah yang kuat fiskalnya hanya 11 provinsi dari 38 provinsi yang ada,” katanya.

Masih banyak daerah yang miskin, dengan PAD rendah, namun ironisnya, oknum gubernur atau bupatinya pada makmur. Contohnya, baru enam bulan menjabat, Bupati Sudewo memiliki kekayaan Rp31 miliar, a.l lain deretan amobul mewah dan lahan, rumah bertebaran.

Tidak bebani rakyat

Untuk itu Komisi II DPR RI meminta pemerintah daerah bisa meningkatkan pendapatannya tanpa harus memberatkan rakyat.

“Nah itulah mungkin yang menjadi alasan sehingga kepala daerah harus berpikir keras,” tuturnya.

“Aksi ugal-ugalan dengan menaikkan PBB semau-maunya, atau tindakan penyelewegan lain untuk kepentingan pribaddi jangan-jangan juga dilakukan oleh para oknum bupati lain walau belum “meledak” atau viral di media massa akibat longgarnya pengawasan dan rapinya jaringan oligarki kekuasaan.

Di mana dan ke mana instansi pengawasan mulai dari DPRD, BPK, BPKP, Inspektorat di daerah, kejaksaan dan polisi serta pengawasan melekat berjenjang lainnya? Semua bungkam seribu bahasa!

Perlawanan warga Pati atas kesewenang -wenangan dan keserakahan  oknum penguasa seharusnya meginspirasi warga di daerah lainnya, rakyat harus ikut mengawasi, dan tidak memberi cek kosong pada birokrasi dan politisi. (detik.com/ns)

 

 

 

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here