Kisah Hakim bin Hizam, Keponakan Rasulullah yang Kaya dan Dermawan

0
412

JAKARTA – Hakim bin Hizam, yang merupakan sahabat dan keponakan Nabi Muhammad SAW, berasal dari keluarga kaya, tetapi dikenal sebagai individu yang rendah hati dan dermawan selama hidupnya.

Meskipun lebih tua lima tahun dari Nabi Muhammad SAW, Hakim bin Hizam adalah sosok yang cerdas dan alim. Keislamannya terjadi setelah peristiwa Fathu Makkah, yakni penyerangan terhadap Makkah, yang terjadi setelah lebih dari 20 tahun Islam disebarkan secara terang-terangan oleh Nabi Muhammad.

Dalam Seri Ensiklopedia Anak Muslim karya Mahmudah Mastur, diungkapkan bahwa Hakim bin Hizam pernah menyumbangkan 100 ekor unta untuk mendukung perjuangan dakwah Islam. Tidak hanya itu, ia juga melakukan aksi mulia dengan menyembelih 1.000 ekor kambing untuk dibagikan kepada orang miskin.

Lahir di Dalam Ka’bah

Hakim bin Hizam merupakan anak dari Hizam bin Khuwailid bin Asad dan Fakhitah binti Zuhair bin Harits bin Asad. Kelahirannya terjadi di dalam Ka’bah, tempat yang dihormati oleh umat Islam.

Kisah kelahirannya terjadi ketika ibunya, yang tengah hamil tua, berada di dalam Ka’bah bersama rombongan di Baitullah. Saat itu, di tengah Ka’bah, ibunya merasakan sakit perut layaknya tanda kelahiran. Akhirnya, Hakim dilahirkan, memberikan tambahan kebahagiaan bagi keluarga.

Harus dicatat bahwa Hizam bin Khuwailid adalah saudara dari Ummul Mukminin Khadijah, istri Rasulullah SAW. Sebagai keponakan Khadijah dan Rasulullah SAW, Hakim bin Hizam memiliki hubungan keluarga yang istimewa.

Kedermawanan Hakim bin Hizam

Hakim bin Hizam terkenal karena kedermawanannya yang luar biasa. Menurut buku “88 Kisah Orang-Orang Berakhlak Mulia” karya Harlis Kurniawan, ia bahkan menolak untuk meminta atau menerima hadiah. Meskipun lahir dari keluarga kaya, Hakim tetap rendah hati dan tidak sombong.

Kemurahan hati Hakim bin Hizam tampak dalam tindakannya saat masa pemerintahan Abu Bakar. Meskipun memiliki kesempatan untuk mengambil gaji dari Baitul Mal, ia memilih untuk tidak melakukannya.

Bahkan ketika Umar bin Khattab menjadi pemimpin, Hakim tetap tidak menerima gajinya. Keberaniannya untuk menolak upah menunjukkan kesederhanaan dan integritasnya. (bwi.go.id)

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here