
GAZA – Sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 4.000 kasus amputasi serta 2.000 cedera otak dan tulang belakang telah tercatat di Gaza.
Direktur Kompleks Medis Al-Shifa, Mohammad Abu Salmiya, menyampaikan bahwa mayoritas korban amputasi adalah anak-anak.
“Lebih dari 4.000 orang telah kehilangan anggota tubuh bagian atas atau bawah sejak dimulainya genosida ini,” ujarnya dalam konferensi yang berlangsung di Kompleks Medis Nasser, Gaza Selatan, untuk memperingati Hari Penyandang Disabilitas Internasional.
Ia juga menjelaskan bahwa lebih dari 2.000 orang dengan cedera tulang belakang dan otak kini dalam kondisi kritis dan memerlukan rehabilitasi segera.
Selain itu, ribuan lainnya mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan akibat serangan bom yang terus berlangsung.
“Sistem kesehatan di Gaza hancur total, tanpa fasilitas atau layanan medis yang memadai. Satu-satunya rumah sakit rehabilitasi, yaitu Rumah Sakit Hamad, serta pusat pembuatan anggota tubuh buatan di Gaza telah dihancurkan sepenuhnya,” ujar Abu Salmiya.
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menyebut situasi di Gaza sebagai “pandemi disabilitas” pada Selasa (3/12/2024).
UNRWA menegaskan banyak korban cedera membutuhkan rehabilitasi jangka panjang, khususnya mereka yang mengalami amputasi dan cedera tulang belakang.
Hal ini senada dengan laporan PBB pada September lalu yang memperkirakan lebih dari 22.000 orang di Gaza mengalami cedera yang mengubah hidup mereka, termasuk 13.000 hingga 17.000 kasus dengan kerusakan parah pada anggota tubuh.
Sejak awal konflik, lebih dari 44.600 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah menjadi korban jiwa akibat serangan yang disebut sebagai genosida ini.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).