KYAI SENGGOLMODOD MURCA

0
849
Sambil menunggu keputusan Petruk, Prabu Yaksabagendra ngisi waktu dengan main ke Manggabesar.

PRABU Yaksabagendra kena vertigo dadakan. Bukan persoalan ekonomi atau dipanggil KPK, tapi masalah poligami. Dia ingin kawin lagi, namun takut melanggar PP-10 tahun 1983. Padahal rencana perkawinan itu semata-mata bukan untuk kepentingan dan kepuasan syahwat, melainkan demi kaderisasi pemimpin di negeri Padaskencana ke depan. Masalahnya, sejak menikah  5 tahun lalu, hingga kini istri tak juga memiliki keturunan. Kerja tiap malam hasilnya cuma keringatan doang!

Dia dulu pernah naksir Angelina Sondakh sebagai permaisuri jilid II, tapi kalah bersaing dengan Raden Brotosena dari Jodipati. Dus karena itu, Yaksabagendra mau mencari sasaran tembak yang lain. Tapi ya itu tadi, PP-10 tahun 1983 selalu menghadang, sehingga mau tak mau dia harus mengurus bininya, Dewi Tunjungdewati secara baik-baik. Artinya, tak usah dicerai atau poligami, cukup disiasati bagaimana mencari obat manjur agar sang permaisuri bisa nggarbini (hamil).

“Gog, kamu kenal dengan Petruk Kantongbolong dari Karangkebolotan?” Prabu Yaksabagendra bertanya pada punakawan Togok Tedjamantri.

“Memangnya kenapa? Itu kan keponakan saya. Dia yang ngurus rumah petakku di Karangkebolotan sana.” Jawab Togog setengah pamer harta, tanpa khawatir disidik KPK.

Prabu Yaksabagendra lalu berkisah, berdasarkan berita di Internet, Petruk kini praktek dukun dengan nama Ki Setan Pamungkas. Dia memiliki pusaka/senjata andalan keris yang bernama Kyai Senggolmodod. Kelebihan senjata tersebut adalah, bisa membuat hamil para wanita mandul. Hanya sekedar mengempit tuh barang –demikian Sutan Bathugana almarhum bilang– selama 1 jam, dia dipastikan akan segera hamil dan 9 bulan kemudian oeek-oeeek melahirkan.

Maka sebagaimana kata Internet, artis beken macam Dewi Persik, Ulfa Dwianti; kini masih masuk daftar tunggu untuk bisa mengempit Kyai Senggol Modod. Bahkan Dewi Srikandi istri Raden Harjuna dari Madukara, juga berminat menggunakan terapi ini. Maklum, dia satu-satunya istri Harjuna yang mandul tidak punya momongan.

“Kamu harus ikut saya Gog, jadi penunjuk jalan. Nanti kita naik KA Sawunggalih saja, demi penghematan anggaran.”

“Sorry Boss, saya sedikit ada bisnis. Ini saja kartu namaku, dan sekedar peta penunjuk jalan.” jawab Togog sekenanya.

Bukannya apa-apa, Togog memang sengaja menghindar. Soalnya dia sudah tahu persis watak pejabat tinggi negara satu ini. Katanya raja-diraja dari negeri yang bukan kelas “negara berkembang”, tapi Prabu Yaksabagendra pelitnya minta ampun. Asal urusan duit, selalu menghindar. Banyak memang idenya, bikin yayasan ini itu, tapi giliran urusan pendanaan, pasti jawabnya “mangke riyin”. Jadi Yaksabagendra sekedar numpang nama. Jika sukses ikut ngetop, jika rugi atau gagal tak terbawa-bawa.

Sementara Prabu Yaksabagendra jalan sendiri ke Karangkebolotan, Petruk di Karangkebolotan sibuk luar biasa. Telepon HP-nya selalu berdering, minta konsultasi soal Kyai Senggolmodod. Banyak juga yang ingin memanggil langsung Petruk ke rumah, tapi selalu ditolak dengan alasan tak mau mengorbankan pasien yang antri di padepokan.

“Cuma sebentar kok Mbak, dikempit satu jam saja, lalu lihat hasilnya,” kata Petruk pada salah satu konsumennya.

“Wah, jangan Mbak. Ini cukup dikempit saja, jangan disenggol-senggol. Sesuai namanya, kalau disenggol nanti modod (memanjang), kalau sudah modod tau sendiri resikonya,” ujar Petruk lagi pada pasien lain.

Begitulah, Petruk bergelar Ki Setan Pamungkas semakin ngetop saja. Karena kesibukannya, kini dia sudah lama mangkir dari tugasnya di Ngamarta. Absennya sih model anggota DPR, diabsenkan orang lain. Bagi Petruk sekarang, mbayari Gareng atau Bagong sehari Rp 100.000,- demi absen aspal, bukan hal yang merugikan.  Dengan bisnis Kyai Senggolmodod sehari mengantongi minimal Rp 10 juta sangatlah mudah, karena setiap pengempitan pusaka itu dikenakan charge Rp 1 juta di luar PPN.

Di kala sedang sibuk melayani telpon dan pasien, tiba-tiba Prabu Yaksabagendra datang sambil menunjukkan kartu nama Togog. Sebagaimana pasien lain, pemimpin negeri Padaskencana ini juga dilayani secara biasa tanpa protokol-protokolan. Yang bikin kaget Petruk Kantongbolong, Prabu Yaksabagendra siap menyewa Kyai Senggolmodod sebulan Rp 5 milyar. Maklum, sebagai pemimpin sibuk, tak mungkin buang-buang waktu hanya untuk antre ngempit keris.

“Saya kira ini tawaran menarik. Kamu melayani tamu, seharian paling dapat Rp 20 juta. Tapi dengan pinjam pakai selama sebulan, Rp 5 miliar langsung masuk kantong.”

“Ssst, ini memang tawaran bagus. Tapi jangan keras-keras, takut kedengaran pasien lain. Nanti malam saja ke sini lagi, saya akan beri keputusan,” jawab Petruk minta tempo.

Sambil menunggu waktu, Prabu Yaksabagendra pergi dulu ke Mangga Besar main karaokean sambil nonton penari bugil. Tepat pukul 24.00 dia kembali ke padepokan Petruk. Seperti siang tadi, mantan punakawan Madukara itu menyambut ramah. Ada sejuta harapan dari wajah Petruk.

“Sst tunggu sebentar ya, saya ambilnya itu barang.” Kata Petruk bisik-bisik.

“Oke, oke. Kamu rupanya dulu berteman dengan Sutan Bathugana, ya?”

Petruk masuk ke kamar untuk mengambil Kyai Senggolmodod. Namun celaka tiga belas, benda mesin uang itu mendadak lenyap. Dibongkar seluruh isi kamar, tak ketemu jua. Dia langsung tahu siapa dalangnya. Pasti dia-dia jugalah aktor intelektualnya sehingga keris Kyai Senggolmodod hilang. Dia juga tahu persis mental penguasa kahyangan ini. Orang lain dapat proyek, iri dan minta komisi. Tapi giliran menang tender Proyek Hambalang Bogor, diam saja.

Malu dan kagetlah Petruk tentu saja. Rejeki yang sudah di depan mata tiba-tiba menguap. Untuk menghindari Prabu Yaksabagendra, diam-diam Petruk kabur lewat pintu belakang. Nyarter taksi Grab langsung ke Bandara Sukarno Hatta, katanya mau ke kahyangan Jonggring Salaka. Petruk memang mau melabrak SBG (Sanghyang Betara Guru).

“Pukulun Batara Guru, jangan usil lah sama rejeki orang. Keris Senggolmodod kan sudah dihibahkan padaku, kenapa ditarik lagi. Kalau minta komisi, bilang saja.” Sergah Petruk marah sekali. Dewa kok dilawan.

“Bukannya ulun (saya) ngiri, tapi kamu sudah menyalahgunakan wewenang itu. Izin senjata itu kamu manfaatkan, kamu komersilkan pula. Jikalau semua perempuan mandul kamu obati, gagal dong program KB di ngarcapada.” Ujar SBG menangkal serangan Petruk.

Nasib Petruk demikian buruk. Para prajurit di kahyangan diperintahkan SBG dan Patih Narada untuk menangkapnya. Hanya dalam hitungan menit, punakawan Madukara itu sudah masuk tahanan. Baju punakawannya yang cuma rompi itu dilepas dan diganti dengan kaos oranye bertuliskan: terpidana. Di kahyangan tidak ada proses hukum lewat pengadilan, sehingga pengacara semacam Yusril Ihza Mahendra dan Kapitra Ampera tak berani buka firma hukum di sana.

“Dewa tidak adil, saya didzolimi,” Keluh Petruk di pojok sel.

“Sudah, terima nasib saja. Di kawah Candradimuka kita bakal banyak teman dari kalangan artis dan selebritis,” kata terpidana lain yang katanya terlibat kasus e-KTP.

Kesalahan Petruk lumayan berat. Dengan sengaja menyalahgunakan senjata dan merongrong kewibawaan Jonggringsalaka. Bahasa ngetrennya sekarang: terlibat abuse of power. Sesuai UU Subversi dan Darurat Kahyangan 1951, dia bakal dipanggang di Kawah Candradimuka selama 15 tahun WKB (Waktu Kahyangan Barat). Lebih dari itu, aset perolehannya sebagai dukun Ki Setan Pamungkas disita untuk negara. Pendek kata Petruk dimiskinkan semiskin-miskinnya. Asal kere, kembali kere.

“Sory Prabu Yaksabagendra, keris Senggolmodod sudah disita. Malah saya kini ditahan di kahyangan, hu  hu hu ……,” Petruk bertelepon sambil menangis.

“Nggak bisa begitu dong! Gue sudah keluar biaya operasional tidak sedikit, kamu harus ganti…..”  malah begitu reaksi prabu Yaksabagendra.

Ganti rugi dari Hongkong? Boro-boro bayar ganti rugi, untuk bayar sipir dan kepala LP di kahyangan saja Petruk sudah tidak punya uang. Punakawan satu ini benar-benar bangkrut tinggal kentut! (Ki Guna Watoncarita)

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">