
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkurbanlah” (QS. Al Kautsar: 1-2).
Dalam surat Al Kautsar ayat 1-2 di atas dengan tegas Allah SWT menyatakan bahwa Allah telah begitu banyak memberi nikmat dalam kehidupan setiap insan yang bernafas di alam semesta ini. Pada ayat kedua secara terang-terangan Allah SWT meminta timbal balik atas nikmat yang diberikan dengan beribadah, mendirikan shalat dan berkurban. Pengertian berkurban tentu saja bisa diartikan banyak hal, namun yang paling mudah dicerna oleh umat Islam adalah menunaikan ibadah kurban seperti yang Nabi Ibrahim contohkan kala menyembelih putranya Ismail. Tegas sekali bagaimana perintah ini dikeluarkan dalam surat yang begitu pendek, namun sarat akan makna. Kurban adalah ibadah dimana manusia diajarkan untuk berbagi, tidak serakah, menyanyangi apa yang dipunya terutama harta, namun mengabaikan ibadah yang jatuhnya pun setahun sekali.
Bagi umat muslim yang hidupnya berkecukupan atau masuk dalam kategori golongan menengah ke atas, menikmati lezatnya daging adalah hal biasa bahkan hampir setiap hari. Akan tetapi, bagi mereka yang hidup serba kekurangan, menikmati gurihnya sate, gulai atau rabeg, hanyalah pada momen-momen tertentu atau bisa jadi hanya 2 kali dalam setahun yakni saat Idul Fitri tiba dan hari raya Idul Adha datang menyapa, itupun kalau diwilayahnya ada orang mampu yang berkurban dan membagikan dagingnya kepada yang mebutuhkan. Menebar hewan kurban memang banyak ironi, ketika menumpuk di perkotaan, maka di pelosok dan pinggiran nyaris tak ada kurban atau hanya satu dan dua orang saja. Jika kebetulan kita bereda di komplek peruamahan menengah ke atas, beberapa belas bahan puluh hewan kurban disembelih, dibagikan kepada warga komplek atau sekitar komplek yang bagi mereka makan daging itu biasa, tak ada yang istimewa, tak ada yang membuat merasa begitu bahagia. Tak jarang, daging yang dibagikan pada akhirnya menumpuk di kulkas hingga lupa memasaknya.
Tebar hewan kurban mestinya merata, agar yang papa bisa merasakan lezatnya daging dan tertawa bahagia bersama sanak keluarganya dipinggiran dan pelosok desa sana. Bahagia terajut mulai saat hewan datang, bergotong royong mengulitinya, membaginya secara merata dan menikmatinya bersama keluarga tercinta, makna kebahagiaanya berlipat ganda. Betapa kurban merangkai dan menjahit kembali jiwa gotong royong yang terkoyak, menciptakan seulas senyum kaum dhuafa atas nikmat dan lezatnya daging, sebuah nikmat dari nikmat yang tak terhitung yang Allah berikan bagi hamba-hambanya, kurban juga memberi arti bagi peternak lokal agar bisa lebih berdaya, meraup panen untuk menjadikan keluarga lebih sejahtera.
Yang Besar Hanyalah Rasa Kepemilikanmu
Begitu banyak nikmat yang kita rasakan, begitu berlimpah anugerah yang patut kita syukuri, ksyukuran kita seharusnya mampu mengalahkanego dan kecintaan kita kepada dunia, yang fana, yang suatu saat dan kapan saja akan kita tinggalkan dan tak akan bisa kita bawa. Yang kita punya adalah titipan, tak lebih dari barang yang dipinjamkan yang kapanpun bisa diambil pemiliknya dengan atau tanpa tanda sebelumnya.
Sayangnya kita sebagai manusia lebih sering merasa bahwa apa yang kita punya adalah milik kita, saking besarnya rasa kepemilikan, kita bahkan tidak rela jika titipan itu kita gunakan untuk menunaikan ibadah baik zakat, infak maupun kurban.
“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (QS Thaha : 20).
Semua yang ada di Langit dan di Bumi adalah milik Allah yang maha kuasa, tak ada sedikitpun yang menerangkan bahwa itu milik kita, yang harus kita pertahankan dan tidak mau kita gunakan untuk menunaikan perintahnya. Kurban adalah salah satu cara untuk meredam nafsu, memperkecil rasa sebagai yang punya, menggerus egois dan mengecilkan serakah, karena sesungguhnya kurabn itu kecil, hanya 2 atau 3 juta saja dan atu kali dalam setahun, berbeda dengan smart phone dengan harga lebih mahal yang kita bisa beli 2 atau 3 kali dalam setahun. Kurban adalah harga kecil, yang besar hanyalah rasa kepemilikan kita, yang besar hanyalah perasaan kita, yang besar hanyalah pandangan kita, harga yang sedemikian kecil dibandingkan nikmat yang kita terima.
Tebar hewan kurban, selain ibadah, berbagi nikmat dengan sesama di seluruh Nusantara, dan juga merupakan sarana bagi kita untuk mengecilkan rasa memiliki, yang terasa mahal dan yang terasa besar hanyalah rasa kepemilikan saja, semoga kita semua diberi rizki oleh Allah SWT untuk bisa menunaikan ibadah kurban tahun ini, Aamiin. – Mokhlas Pidono, Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Banten