Minyak Kayu Putih Bukan Lawan Covid-19

0
297
Kalung dan produk berbahan eucalyptus lainnya terdaftar di BPOM sebagai produk jamu, bukan antivirus Covid-19.

KLAIM terlalu dini Kementerian Pertanian yang meyakini produk berbahan dasar eucalyptus yang dikembangkannya diyakini manjur melawan Covid-19 menuai kontroversi dan polemik.

Alasannya? Untuk menjadikan fitofarmaka atau obat berbahan alam, prosesnya sangat panjang, mulai dari uji praklinis, uji in vitro melalui jaringan atau sel, kemudian percobaan in vivo pada hewan seperti kelinci, tikus atau kera, baru uji klinis pada manusia.

Obat fitofarmaka harus teruji keamanan dan khasiatnya secara ilmiah untuk bisa diresepkan oleh dokter, kecuali jika diedarkan ke pasar sebagai produk jamu tradisional.

Uji klinis pada manusia dilakukan guna memastikan keamanannya, khasiat, juga efek samping serta dosis dan durasi  pengobatan yang pas, mulai dengan relawan manusia yang sehat dan yang sakit secara bertahap.

Klaim produk berbahan dasar eucalyptus dirilis kementan 8 Mei lalu dan Mentan Syahrul Yasin Limpo yang menyebutkan, dari hasil terobosan yang dilakukan, dihasilan antivirus dengan kemampuan membunuh 80 sampai 100 persen virus influenza, beta dan gamma Covid-19.

Balitbang Kementan, menurut Limpo, selain membuat kalung antivirus Covid-19, juga mengembangkan prototype produk berbahan dasar eucalyptus dengan nanoteknologi seperti inhaler, roll on, balsem, salep dan defuser.

Selain tanggapan dari para pakar farmakologi, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga mengingatkan pada  Yasir Limpo agar berhati-hati sebelum menyebarkan kalung antivirus Covid-19 tersebut.

“Jangan sampai disebarkan sebelum melalui uji klinis secara ilmiah,  “ ujarnya.

Sejumlah pakar farmakologi juga mengingatkan, klaim obat-obatan yang belum teruji secara ilmiah selain membahayakan publik, juga menunjukkan sikap atau perilaku antisain.

Dekan FKUI Ari Fahrial Syam juga menilai, riset tentang khasiat produk berbahan eucalyptus untuk Covid-19 baru pada tahap in vitro di tingkat sel, sehingga tidak bisa diklaim sebagai antivirus Covid-19. “Butuh perjalanan riset panjang, ” tuturnya.

Terdapat sekitar 500 jenis tanaman eucalyptus dari tujuh spesies famili Myrtaceae yang dikembangkan dalam industri perkebunan untuk dijadikan minyak eucalyptus globulus (blue gum).

Kandungan flavonoid sebagai bahan antioksidan dan tannin yang terdapat di daunnya setelah didestilasi bisa diolah untuk  pereda rasa sakit, antimikroba, mengatasi infeksi jamur dan gejala batuk atau hidung tersumbat serta  stimulan imunitas.

Jadi intinya, produk eucalyptus termasuk kalung, terdaftar di Badan  Pusat Obat dan Makanan (BPOM) adalah produk jamu, bukan obat antivirus Covid-19 sehingga tidak bisa dibuatkan resep oleh dokter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">