OKI Sepakat Ambil Alih Gaza

0
95
KTT OKI daalam sidangnya di Riyadh, Sabtu (8/3) menyepakati usulan Liga Arab untuk mengambilalihJalur Gaza (foto: INH)

ORGANISASI Kerja Sama Islam (OKI) secara resmi sepakat mengadopsi usulan Liga Arab untuk mengambil alih Jalur Gaza setelah perang antara kelompok Hamas dan Israel berhasil usai nantinya.

Keputusan ini diambil pada pertemuan darurat di Jeddah, Arab Saudi, Jumat (7/3), tiga hari setelah Liga Arab meratifikasi rencana tersebut dalam pertemuan puncak di Kairo.

OKI juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung inisiatif regional yang semula diusulkan oleh Mesir bertujuan untuk membangun kembali kawasan Jalur Gaza di bawah otoritas pemerintah Palestina yang kondisinya kini luluh lantak akibat bombardemen Israel sejak 8 Oktober, 2023

“OKI mengadopsi rencana tentang pemulihan dan rekonstruksi awal Gaza,” kata sebuah komunike yang dikutip kantor berita AFP,  Sabtu (8/3).

Konflik Gaza terakhir berawal dari serangan kilat Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober yang berhasil melarikan 251 sandera warga Israel termasuk lima tentara perempuan, serta beberapa orang warga AS dan Thailand yang kemudian memicu bombardemen oleh Israel sehari kemudian (8 Okt, ’23) mengakibatkan lebih 47.000 warga Palestina tewas dan 131.000-an terluka.

Situasi relatif aman di Jalur Gaza, karena setelah eksekusi gencatan senjata tahap pertama berjalan mulai 19 Januari, 2025, tentara Israel (IDF) mengalihkan serangan ke Tepi Barat, dan saat ini Hamas dan Israel sedang bernegosiasi pelaksanaan gencatan senjata tahap kedua, melanjutkan tukar menukar pembebasan sandera Israel dan tahanan Palestina di sejumlah penjara di Israel.

OKI yang mewakili 57 negara Muslim mendesak masyarakat internasional serta lembaga pendanaan internasional dan regional untuk segera memberikan dukungan yang diperlukan bagi rencana tersebut.

Sebelumnya, mantan Presiden AS Donald Trump memicu kemarahan global dengan menyarankan agar AS mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi “Riviera Timur Tengah” serta mendorong pemindahan penduduk Palestina ke negara tetangga seperti Mesir atau Yordania.

Menlu Mesir, Badr Abdelatty, menyambut baik dukungan OKI dan berharap untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas dari masyarakat internasional, termasuk AS.

“Langkah selanjutnya adalah agar rencana tersebut menjadi rencana internasional melalui adopsi oleh Uni Eropa dan pihak-pihak internasional seperti Jepang, Rusia, China, dan lainnya,” jelas Abdelatty.

“Inilah yang akan kami upayakan dan kami telah melakukan kontak dengan semua pihak, termasuk pihak Amerika,” imbuhnya. Sebaliknya, usulan Mesir yang tidak menguraikan peran Hamas, yang saat ini mengendalikan Gaza, telah ditolak oleh AS dan Israel.

Rencana tersebut dinilai tidak memenuhi harapan Washington, seperti yang disampaikan oleh juru bicara Deplu AS, Tammy Bruce, kepada wartawan, Kamis lalu (6/3), namun utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, memberikan reaksi positif terhadap rencana Mesir, menyebutnya sebagai langkah pertama yang beritikad baik.

 

Usulan Trump ditolak Arab

Rencana Trump sebelumnya telah menyatukan negara-negara Arab untuk menentangnya,  sementara Rabha Seif Allam dari Pusat Studi Politik dan Strategis Al-Ahram di Kairo menilai, Mesir tengah mencari dukungan luas untuk usulannya.

Raja Yordania Abdullah II menolak usulan relokasi sebagian warga Gaza dan mengelola wilayah itu saat bertemu Presiden AS Donald Trump, Selasa (11/2) dan menegaskan kembali posisi Yordania yang menolak pengusiran warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza.

“Ini adalah posisi Arab yang bersatu. Membangun kembali Gaza tanpa memindahkan warga Palestina dan mengatasi situasi kemanusiaan yang harus menjadi prioritas semua orang,” kata dia di media sosial setelah bicara dengan Trump. Raja Yordania itu juga memberi tahu Trump soal rencana Mesir terkait pembangunan kembali Gaza setelah agresi brutal Israel

Mesir dalam usulannya menyebutkan program rekonstruksi Gaza secara komprehensif dengan tetap membiarkan warga Palestina hidup di tanah mereka. Usulan ini yang kemudian dibahas  dalam rapat darurat di Riyadh, Arab Saudi.

Sebelum pertemuan Abdullah II dan Trump berlangsung, AS sempat mengancam bakal menghentikan bantuan ke Yordania yang slama ini diberikan dengan nilai sekitar $750 juta untuk bantuan ekonomi dan $350 juta bantuan militer.

Isu Palestina memang perlu dicarikan solusinya sampai tuntas, jika tidak, menjadi duri dalam daging dalam relasi antaranegara di kawasan dan juga di tataran global antara negara adidaya AS, Rusia dan China. (AFP/ns)

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here