PBB Kritik Keterlibatan Militer dalam Distribusi Bantuan untuk Gaza

Jalur Gaza porak poranda akibat blokade Israel. (Foto: Anadolu)

JAKARTA, KBKNews.id – Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan bahwa seluruh kegiatan bantuan kemanusiaan harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan dan independensi.

Pernyataan ini muncul di tengah kabar bahwa distribusi bantuan di Jalur Gaza akan melibatkan militer Israel atau perusahaan-perusahaan dari Amerika Serikat.

Ketika diminta tanggapan terkait hasil rapat kabinet keamanan Israel yang diduga akan memengaruhi distribusi bantuan PBB di Gaza, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan bahwa ia tidak hadir dalam pertemuan tersebut dan tidak dapat memastikan kebenaran informasi tersebut.

“Saya tidak bisa berbicara mengenai kebenaran laporan tersebut. Yang bisa saya sampaikan adalah, baik di Gaza maupun tempat lain di dunia, operasi kemanusiaan PBB hanya akan berjalan berdasarkan prinsip-prinsip kemanusiaan, ketidakberpihakan, dan independensi,” kata Dujarric dalam jumpa pers, Rabu (23/4/2025).

Ia menyampaikan kekhawatiran mendalam atas memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza. Kondisi kehidupan semakin buruk, dan angka malnutrisi terus meningkat secara drastis.

“Di seluruh Gaza, pasokan makanan menipis secara membahayakan, dan malnutrisi memburuk dengan sangat cepat,” katanya, mengutip pemindaian dari organisasi mitra yang menemukan lebih dari 80 kasus malnutrisi akut di antara 1.300 anak-anak di Gaza Utara—angka ini dua kali lipat dari minggu-minggu sebelumnya.

Dujarric juga menyoroti bahwa akses ke fasilitas penyimpanan bantuan seperti gudang milik UNICEF di Rafah masih sangat terbatas akibat blokade Israel dan berbagai hambatan logistik lainnya.

Ia mendesak negara-negara anggota PBB untuk memastikan bantuan bisa sampai kepada mereka yang membutuhkan, tanpa mengabaikan prinsip kemanusiaan, netralitas, ketidakberpihakan, dan independensi.

Selain itu, ia juga menyerukan kepada negara-negara yang memiliki pengaruh untuk mengambil langkah konkret dalam mendorong pembebasan para sandera.

“Kami juga mendesak negara-negara anggota yang memiliki pengaruh untuk melakukan apa pun yang mereka bisa untuk mendorong pembebasan para sandera,” tuturnya.

Israel telah menutup perlintasan ke Gaza sejak 2 Maret, memblokir masuknya pasokan penting ke wilayah kantong tersebut meski terdapat laporan berulang tentang kelaparan di wilayah yang hancur akibat perang itu.

Israel melanjutkan serangan ke Gaza pada 18 Maret, mengakhiri kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang dicapai pada 19 Januari.

Sejak Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 51.300 warga Palestina di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkan terhadap wilayah kantong tersebut.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here