
KEPALA Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani mengungkap, fenomena iklim La Nina diprediksi bakal muncul di Indonesia menjelang puncak musim hujan.
La Niña adalah fenomena iklim global yang ditandai dengan pendinginan suhu permukaan laut di wilayah tengah dan timur Samudra Pasifik, kebalikan dari El Niño.
Fenomena ini disebabkan oleh angin pasat yang menguat, mendorong air hangat ke barat dan menyebabkan air dingin naik di timur Pasifik. Di Indonesia, La Niña menyebabkan peningkatan curah hujan dan dapat memicu risiko banjir.
“Fenomena La Nina lemah saat ini sedang belangsung dan diprediksi bakal bertahan hingga Maret 2026, “ Faisal dalam apel kesiapsiagaan bencana di Jakarta, Selasa (4/11) yang diunggah di laman resmi BMKG.
Walau dampaknya terhadap peningkatan curah hujan tidak terlalu signifikan saat puncak musim hujan, curah hujan tinggi tetap perlu diwaspadai.
Sejumlah wilayah Indonesia sudah memasuki fase puncak musim hujan pada November ini. Fase ini diprediksi berlangsung hingga Februari 2026.
Sudah masuk musim hujan
Menurut catatan BMKG hingga akhir Oktober, sebanyak 43,8 persen wilayah Indonesia atau setara 306 Zona Musim (ZOM) resmi memasuki musim hujan.
Peralihan musim ini membawa konsekuensi meningkatnya potensi cuaca ekstrem di berbagai daerah, mulai dari hujan lebat, angin kencang, hingga ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.
Berdasarkan analisis lembaga, dalam tiga bulan terakhir curah hujan terus meningkat signifikan, dengan sebagian besar wilayah berada pada kategori menengah hingga tinggi.
BMKG mencatat, curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi berpotensi terjadi di wilayah Indonesia bagian selatan, meliputi Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, hingga Papua bagian selatan.
Sementara pada Februari hingga April 2026, sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami curah hujan kategori menengah dan mulai berangsur normal.
Selama periode November-Desember 2025, sebagian besar wilayah Indonesia masih akan mengalami curah hujan atas normal, terutama di Sumatera bagian utara, Kalimantan bagian utara, Sulawesi bagian utara, dan Maluku Utara.
Atmosfer labil
Kombinasi faktor global dan regional seperti La Nina lemah dan Dipole Mode negatif (-1,61) menyebabkan atmosfer tetap labil dan mendukung pembentukan awan konvektif di sejumlah wilayah.
Hal ini meningkatkan potensi hujan lebat disertai angin kencang, terutama di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, NTB, dan Sulawesi Selatan.
BMKG juga mendeteksi keberadaan Siklon Tropis Kalmaegi di Samudra Hindia bagian barat daya Lampung serta beberapa sirkulasi siklonik lain yang turut memengaruhi dinamika cuaca nasional.
Dalam sepekan ke depan, 3-9 November, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat berpotensi terjadi di pesisir barat Sumatra, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, dan Papua.
Aksi mitigasi demi menekan risiko kerugian jika terjadi bencana metrohidrologi perlu terus dikoodinasikan dengan aparat terkait dan warga terutama yang tinggal di wilayah rentan bencana. (CNN Indonesia/ns)




