Perubahan gravitasi fatal bagi penerbangan

Pesawat SIngapore Airlines SQ321 mengalami turbulensi ekstrim dalam penebangan London - SIngapura (21/5). Beruntung, pilot masih mampu mengatasinya sehingga pesawat mendarat darurat di Bangkok. Satu penumpang lansia tewas, 46 luka-luka.

SEORANG penumpang tewas, 42 terluka akibat perubahan mendadak gravitasi (daya tarik bumi) yang memicu turbulensi ekstrim  yang dialami pesawat Singapore Airlines dalam penerbangan dari Bandara Heathrow, London ke Singapura, 22 Mei lalu.

Hasil laporan Biro Penyelidikan Keamanan Transportasi Singapura (30/5) menyebutkan, pesawat Boeing B-777-300 ER dengan nomor penerbangan SQ312 mengalami perubahan gravitasi mendadak  hingga menyebabkan pesawat mengalami turbulensi dan terguncang serta anjlok puluhan meter dari ketinggian terbangnya.

Saat kejadian, pesawat sedang berada di kawasan Irrawadi, Myanmar selatan di ketinggian 37.000 kaki menuju 37.362 kaki, sehingga pilot dengan sistem otomatis, menambah kecepatan untuk menstabilkan burung besi itu dari guncangan.

Pada saat yang sama di titik tersebut terjadi perubahan gravitasi mendadak (hanya dalam empat detik) dari positif L35G menjadi minus 1,5G sehingga menyeret pesawat turun mendadak 178 kaki (54m).

Dalam kejadian yang berlangsung 57 detik itu, barang-barang berhamburan, sedangkan penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman terlontar ke langit-langit pesawat, sementara pilot mengarahkan pesawat untuk mendarat di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok.

Seorang lansia berkenangsaan Inggeris, Geoff Kitchen (71) tewas akibat serangan jantung dan 42 lainya terluka, 26 di antaranya masih dirawat di RS Bangkok (enam pasien cedera otak atau tengkorak), 22 cedera tulang belakang dan 13 cedera lainya.

Berdasarkan laporan penerbangan, saat terjadi turbulensi, pilot segera meminta penumpang kembali ke tempat duduk dan mengenakan sabuk pengaman, dan tanda pemakaiannya juga dinyalakan. Pilot lalu mengemudikan pesawat secara manual dalam 21 detik dan kembali ke sistem otomatis serta mendarat dengan prosedur normal di Bangkok.

Turbulensi di Cuaca Cerah

Menurut Komisi Keselamatan Penerbangan AS, turbulensi yang terjadi saat cuaca cerah (Air Clear Turbulence – ACT) disebabkan bertemunya perbedaan suhu dan tekanan angin adalah jenis turbulensi paling berbahaya .

Federasi Penerbangan AS (FAA) mencatat, 146 penumpang dan awak kabin terluka sepanjang 2009 – 2021 sehingga SIA mengeluarkan peraturan, saat terjadi turbulensi, sabuk pengaman harus dipasang.

Menurut periset atmosfir University of Reading, Inggeris Paul Williams, turbulensi yang terjadi karena keberadaan badai, gunung dan arus udara kuat terbagi dalam empat kategori yakni ringan, sedang, parah dan ekstrim.

ACT yang kerap muncul pada ketinggian enam hingga 12 km, menurut Williams, sulit diprediksi oleh pilot, membentang selebar 160 km dan panjang 482 km.

Sedangkan menurut laporan Forbes, ACT bisa terbentuk saat udara hangat dan dingin bertemu, sehingga membuat jalur terbang tidak beraturan dan tidak bisa dideteksi pilot karena pola cuacanya tidak terlihat.

Dalam kasus pesawat SQ321, ketenangan pilot dan copilotnya untuk menyetabilkan pesawat yang tiba-tiba anjlok puluhan meter sangat mengagumkan. (AP/AFP/kompas/ns)

 

 

 

 

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here