JAKARTA, KBKNEWS.id – Kasus temuan radiasi tinggi dari zat radioaktif Cesium-137 di Kawasan Industri Modern Cikande, Banten, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap limbah industri di Indonesia.
Paparan radiasi hingga 875 ribu kali lipat dari batas alamiah bukan hanya soal teknis, tetapi juga menunjukkan kelalaian sistemik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengonfirmasi ada 10 titik tercemar yang sebagian berada di permukiman warga. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebut insiden ini sebagai “alarm keras bagi seluruh elemen bangsa”.
Ia menilai, kasus ini terjadi akibat kelalaian bersama, terutama dalam penyimpanan bahan berbahaya dari limbah industri logam.
Temuan ini seharusnya menjadi momentum pemerintah memperketat tata kelola limbah industri, terutama sektor daur ulang logam yang kerap luput dari pengawasan. PT BMT, perusahaan yang diduga lalai menyimpan bahan scrap mengandung cesium, disebut berkontribusi dalam penyebaran zat radioaktif tersebut.
Di sisi lain, Komisi IV DPR RI mendesak pemerintah segera mengevakuasi warga di sekitar lokasi. “Kita tidak ingin bencana seperti Chernobyl terulang,” kata anggota DPR Daniel Johan, dilansir Antara.
Sembilan pekerja dilaporkan terpapar dan kini dalam pemantauan Kementerian Kesehatan. Namun, publik menanti langkah tegas penegakan hukum dan transparansi hasil investigasi.
Kasus Cikande menunjukkan bahwa bahaya nuklir tak selalu datang dari reaktor besar, melainkan bisa dari kelalaian kecil dalam industri yang abai terhadap keselamatan. Negara dituntut hadir, bukan hanya setelah bencana terjadi, tetapi sebelum paparan radioaktif menyentuh tubuh manusia.



