PALAWAN—Dampak buruk El Nino membuat petani rumput laut di Filipina ketar-ketir. Di tengah permintaan pasar yang tinggi dan bayang-bayang keuntungan, mereka justru harus bersiap menghadapi “badai”.
Masih ingat di benak Minda Sumarga dan suaminya. Hampir sebulan mereka menghabiskan waktu untuk merawat tanaman rumput laut yang mereka budidayakan. Namun, dalam hitungan menit, alam memorak porandakan. Pagi hari di bulan November dua tahun lalu, Topan Haiyan menghantam Filipina, merenggut hasil panen mereka. Ketika hasil tani hancur, maka mata pencaharian mereka juga hancur. Alam merebut kebahagiaan mereka.
Filipina adalah salah satu dari lima produsen rumput laut terbesar di kawasan Asia Tenggara. Ada 3 juta orang yang bergantung pada sektro ini untuk memenuhi kehidupan mereka. Saat Topan Haiyan menerjang, dampak kerugian di sektor ini diperkirakan mencapai USD 12,2 juta (Rp158,6 milyar).
Tahun ini, bencana alam lain, El Nino sudah mengintai. Petani rumput laut seperti Minda harus bersiap berjuang menghadapi El Nino. El Nino adalah fenomena alam yang terjadi, di mana suhu air di Samudera Pasifik memanas lebih dari biasanya.
Jose Luis Fernandez, dari Organisasi Pangan danPertanian Filipina mengatakan, El Nino memiliki dampak yang sangat buruk terhadap rumput laut,baik dari segi kualitas, juga penyebaran penyakit.
Fernandez juga mengatakan, produksi rumput laut merupakan kegiatan usaha yang menarik bagi masyarakat pesisir karena membutuhkan modal investasi yang rendah, masa produksi sangat singkat, dan keuntngan yang cukup tinggi.
“Dalam cuaca yang baik, seorang petani dengan satu hektar kawasan budidaya rumput laut, bisa mendapatkan 200.000 peso (USD 4.400/Rp57,2 juta) dalam setahun atau empat kali panen,” jelasnya kepada Channel News Asia.