YANGON—Seorang penyidik HAM PBB mengaku tidak mendapat akses menuju Negara Bagian Rakhine, yang notabene tempat bermukim etnis Rohingya. Ia dianggap telah menyinggung pemerintah Myanmar terkait pembatasan HAM.
Yanghee Lee, pelapor khusus PBB terkait HAM di Myanmar, dianggap telah membuat marah pemerintah karena mengkritik pemerintah dan menuntut hak-hak kewarganegaraan bagi 1,1 juta umat muslim Rohingya di negara itu.
Bahkan, sebelum ini Lee kerap mendapat intimidasi dari pemimpin spiritual Budha setempat, Ashin Wirathu. Dia mencela Lee sebagai (maaf) “pelacur” dan “jalang” dalam kampanye publik yang dilakukan awal tahun ini.
Lee mengatakan pada hari Jumat (7/8/2015), permintaannya untuk mengunjungi Rakhine ditolak sebelum ia memulai kunjungan lima hari ke Myanmar. Pemerintah juga menolak izin tinggalnya selama 10 hari di yanmar. Pasukan keamanan telah melakukan pengawasan terhadap beberapa orang yang ditemuinya pada kunjungan sebelumnya, katanya.
“Saya menerima informasi kredibel bahwa beberapa lawan bicara saya difoto oleh petugas keamanan,” kata Lee sebagaimana dikutip dari Channel News Asia.
Mereka yang bertemu Lee juga “diinterogasi” oleh pihak keamanan setempat. Lee memahami negara itu tengah menghadapi bencana alam. Namun ia tidak bisa menerima perlakuan tidak menyenangkan itu.
Diketahui, Lee sebelumnya mengatakan Muslim di Myanmar menghadapi diskriminasi sistematis. Termasuk di dalamnya pembatasan kebebasan bergerak, akses terbatas ke tanah, makanan, air, pendidikan dan kesehatan, dan pembatasan pernikahan dan pencatatan kelahiran.