WAHYU KONGLOMERAT (1)

Durmagati karena terlalu kritis pada Patih Sengkuni, akhirnya dicopot dari komisaris BUMN.

DARI banyak wahyu di dunia perwayangan, paling dicari adalah wahyu Cakraningrat. Wahyu ini konon akan menuntun nasib si penerima bakal menjadi raja sebuah negara. Bila meleset, paling tidak yang menjadi raja anak keturunannya. Maka dalam kisah Wahyu Cakraningrat misalnya, yang menerima Abimanyu tapi yang menjadi raja Ngastina justru putranya, Parikesit, hasil perkawinannya dengan Dewi Utara dari Wirata.

Selama pandemi Corona ini kahyangan prei tidak menurunkan atau menerbitkan wahyu baru. Semua dewa fokus pada penanggulangan virus Covid-19. Tapi sejak pandemi itu melandai mulai bulan Oktober kemarin, beredar isyu SBG di Jonggring Salaka berencana menerbitkan wahyu baru. Namanya beda dengan wahyu-wahyu sebelumnya, yakni Wahyu Konglomerat. Kini dalam persiapan, dan akan diturunkan nanti tahun 2024.

“Kenapa Wahyu Konglomerat diturunkan tahun 2024? Itu kan bisa bentrok dengan Pilpres-Pileg serentak di ngercapada,” protes patih Betara Narada pada SBG.

“Biar tahun 2024, tapi waktunya belakangan. Paling tidak 2 bulan setelah Pileg-Pilpres di Indonesia, untuk memberi kesempatan wayang-wayang yang kalah Pileg. Gagal jadi anggota DPR siapa tahu memperoleh Wahyu Konglomerat.” Jawab SBG sang penguasa Jonggring Salaka.

“Oo, begitu. Masuk akal juga sih, tapi apa mereka masih punya duit?” Patih Narada kembali bertanya.

“Mau berburu Wahyu Konglomerat tidak dimintakan mahar, tak ada pungutan,  semua gratis,” jawab SBG tegas.

Patih Narada mengernyitkan jidat. Betul regulasi itu tak dipungut biaya, tapi para peminat kan punya pendukung. Di malam tirakatan datangnya wahyu tersebut, para pendukung yang menemani lek-lekan (begadang) kan perlu dijamu. Apa ini tak membutuhkan dana. Makan malam plus pacitan dan minuman, perorang minimal Rp 50.000,- jika dikalikan seribu pendukung, sudah berapa tuh? Rp 50 juta paling sedikit harus keluar kantong.

Tapi Betara Narada harus mengakui, omnibuslaw gaya kahyangan ini memang sangat efektip. Dulu, lewat wahyu Cakraningrat seseorang baru bisa jadi raja, dan barulah dengan status baru itu bisa mencari uang dengan mudah. Kini, dengan wahyu Konglomerat orang langsung jadi pengusaha kaya, duitnya tak berseri dan tinggal potong manakala butuh. Bahasanya sekarang, praktis dan ekonomis!

“Lalu kapan pukulun, maklumat kahyangan tentang Wahyu Konglomerat bisa disosialisasikan ke publik,” kata Betara Penyarikan, sekretaris Jonggring Salaka kepada SBG.

“Bulan depan saja, kalau perlu pasang baliho di berbagai daerah, sehingga nantinya peminat bisa lumayan banyak.” Jawab SBG.

“Buang-buang anggaran saja itu pukulun. Faktanya baliho kepak sayap tak efektip, sudah habis miliaran elektabilitas Capres hanya satu koma saja,” kata Betara Penyarikan merujuk pada pengalaman.

Sebulan kemudian Konvensi Wahyu Konglomerat (KWK) sudah resmi diumumkan. Siapa saja boleh mencalonkan diri tanpa harus melalui dukungan partai. Sebab melalui parpol dikhawatirkan bakal dimintai mahar atau dikompas duluan. Persyaratannya juga cukup mudah, cukup lulusan PTN (Perguruan Tinggi Negeri), usia antara 40-50 tahun, tidak pernah terlibat ormas terlarang, tidak berpoligami dan fasih mengucap huruf R (tidak cadel).

Meski persyaratan begitu mudah, ternyata peminat KWK tak begitu banyak. Alasannya, masih terlalu lama. Takutnya jika sudah muncul dari sekarang bakal dikuliti pihak lawan. Dosa dan kesalahan masa lalu akan dikorek-korek, sehingga akan mengurangi elektabilitas. Namun demikian sudah banyak deklarasi dukungan untuk sejumlah kontestan. Bahkan ada pula yang pasang gambarnya di mesin ATM.

“Bagaimana kerja bisa fokus, jika sudah mikirkan KWK-2024.” Tulis netizen di medsos.

“Asetnya sudah triliunan, kok masih juga mikir KWK-2024 sih? Apa punya duit segunung masih kurang juga?” sambut netizen lainnya lagi.

Ketika sejumlah tokoh mulai bersiap untuk berkonvensi, Durmagati sentana dalem Ngastina justru menyewa pengacara Masni Ngamar SH untuk menggugat ke MK-nya Jonggring Salaka. Dalilnya: aturan harus bisa ngomong fasih huruf R kan sama saja melanggar hak asasi wayang. Aturan itu telah membatasi hak demokrasi setiap warga negara.

Sudah menjadi rahasia umum, meski Durmagati termasuk orang dalam Istana, tapi suka oposisi, terutama pada segala kebijakan Patih Sengkuni. Apapun instruksi patih sekaligus paman daripada Kurawa seratus, dia selalu mengkritisi. Tuduhan paling sering, kebijakan yang tidak pro rakyat. Gara-gara kevokalannya tersebut, Durmagati dicopot jabatannya dari komisaris utama BUMN. Sekarang dia lebih banyak WFH di kesatrian Kebutulan tempat tinggalnya.

“Saya sudah belnasib sepelti Lefly Halun. Ini mau mempelbaiki peluntungan saja kok dipelsulit. Ini sungguh ketellaluan….”,  ujar Durmagati dalam konprensi pers.

“Pakde Durmagati terlalu idealis, sih. Sudah duduk manis jadi Komut, ngapain kurang kerjaan mengkritisi patih segala urusan.” Pancing awak media online tak bisa bedakan kata wafat dan meninggal.

Pengacara Masni Ngamar SH memang top markotop. Gugatan Durmagati dikabulkan seluruhnya, sehingga peserta KWK-2024 tak harus fasih melafalkan huruf R. Semua hakim MK yang terdiri dari 7 dewa itu tak satupun disenting opinion. Itu artinya, tak hanya Durmagati,  Sokrasana dari Maespati pun kalau mau ikut konvensi tak ada lagi perintangnya.

Sayangngnya Sokrasana sudah lama tewas oleh panah Raden Sumantri kakak kandungnya. Dia dibunuh tanpa sengaja gara-gara ngotot mau ikut ke Maespati, ingin melihat sang kakak jadi orang kepercayaan Prabu Harjuna Sasrabahu. Dia memang juga dikenal sebagai tokoh yang tak bisa ngomong R. (Ki Guna Watoncarita)