SURABAYA – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi 351 pelabuhan tidak resmi atau pelabuhan tikus yang menjadi jalur penyelundupan berbagai barang ekspor dan impor.
Dalam konferensi pers di Surabaya, Rabu (5/2/2025), Budi Gunawan menyampaikan bahwa temuan ini merupakan hasil evaluasi 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih oleh Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan.
Selama periode tersebut, tim yang terdiri dari aparat penegak hukum berbagai kementerian di bawah koordinasi Menko Polkam telah melakukan 6.187 tindakan penindakan.
Barang-barang ilegal yang berhasil disita mencakup tembakau, tekstil, garmen, minuman keras, barang elektronik, mesin, tanaman, hingga satwa dilindungi, dengan total nilai mencapai Rp4,06 triliun.
Sebagian besar penindakan dilakukan di pelabuhan, yang mencapai 49 persen dari total kasus. Sementara itu, 15 persen terjadi di bandara, 10 persen di kawasan pesisir, dan sisanya di jalan raya serta kawasan berikat.
Budi Gunawan menjelaskan bahwa pelabuhan-pelabuhan tikus tersebut banyak ditemukan di sepanjang wilayah timur Pulau Sumatra.
“Tantangan kita adalah kondisi geografis yang sangat luas. Salah satunya kita telah membentuk Satuan Tugas atau Satgas Laut. Kita maksimalkan memantau wilayah Sumatera bagian timur karena paling padat lalu lintas lautnya,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menambahkan bahwa penyelundupan barang impor sering kali dilakukan menggunakan kapal kayu atau melalui jalur perbatasan dengan metode yang tidak resmi.
“Tadi telah disampaikan oleh Pak Menko Budi Gunawan, ada 351 pelabuhan tikus yang sudah teridentifikasi sebagai landing spot dari berbagai kemungkinan penyelundupan. Supaya diketahui, terdapat sebanyak 894.480 frekuensi kapal yang berlabuh di seluruh Pelabuhan Indonesia. Ini menjadi salah satu yang perlu untuk kita awasi,” tuturnya.
Dari 6.187 kasus penyelundupan yang ditindak dalam 100 hari pertama pemerintahan, sebanyak 2.841 kasus masih dalam tahap penyidikan. Sementara itu, 2.657 kasus telah ditetapkan barang buktinya dan menjadi aset milik negara.
Sebanyak 569 kasus telah dilimpahkan ke kejaksaan, dengan 120 di antaranya diselesaikan menggunakan prinsip ultimum remedium, yakni dengan pendekatan kompensasi. Berkat upaya ini, potensi kerugian negara yang berhasil dicegah diperkirakan mencapai Rp820 miliar.