Jakarta – Dompet Dhuafa dan Bina Trubus Swadaya Gelar Fokus Group Diskusi (FGD) Ke-3 Peran Agama dan Budaya Sebagai Sumber Inspirasi dan Praktik Dalam Pemberdayaan yang di helat pada Rabu (11/09/2024) di Jambu Luwuk Thamrin Hotel, Jakarta Pusat.
Kegiatan yang berjalan di 2 ruang, menghadirkan 8 Narasumber dan 2 penanggap. yang di bagi ke dalam 2 sesi. Tokoh-tokoh agama dan Pemerhati budaya memaparkan sejumlah fakta historis keterkaitan peranan agama yang kemudian menjadi budaya.
Agama dijadikan sumber pengharapan manusia, dengan kata lain kemampuan seseorang untuk bertahan dan beradaptasi dalam menghadapi, mengatasi, mencegah, meminimalkan atau menghilangkan dampak-dampak yang merugikan serta mampu untuk bangkit dan pulih kembali dari tekanan, keterpurukan, kesengsaraan atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup, dan ini disebut sebagai resiliensi.
dari berbagai aspek kehidupan masyarakat, ajaran agama menyempurnakan dan menuntun umat manusia dari pelbagai aspek. seperti aspek sosial, ekonomi, bahkan ajaran agama di jadikan rujukan pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
para narasumber memaparkan sudut pandangnya baik dari sisi Agama, budaya, ekonomi, dan perspektif perempuan.
Hadir dalam diskusi ini tokoh-tokoh dari tuan rumah penyelenggara. Dari Dompet Dhuafa, hadir Parni Hadi, inisiator sekaligus Ketua Dewan Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika (YDDR), Rahmad Riyadi, Ketua Dewan Pengawas YDDR, Ahmad Juwaini, Ketua Pengurus YDDR beserta jajarannya.
Dari Bina Trubus Swadaya, hadir Bambang Ismawan, Pembina Yayasan Bina Trubus Swadaya dan Emilia Tri Setyowati, Sekretaris Pengurus Yayasan Bina Trubus Swadaya.
Dalam sambutannya, Parni Hadi dan Bambang Ismawan yang duduk berdampingan menyatakan bahwa membantu sesama manusia merupakan panggilan keimanan.
Dalam diskusi ini, narasumber dari pemuka agama Katolik, Romo Benedictus Hari Juliawan, memaparkan sejumlah pandangannya terkait dengan ajaran agama. Menurut Romo Bene, ajaran agama dapat dijadikan rem egoisme manusia namun juga disisi lain, ajaran agama dapat dikritik dalam sudut pandang sosiologis.
“Agama bisa memberdayakan umat manusia, namun juga bisa memperdaya umat manusia. jadi Agama seharusnya tidak ekslusif, namun inklusif namun tetap menjaga identitas keagamaannya”
Di kesempatan berikutnya, salah satu tokoh pendiri Dompet Dhuafa, Haidar Bagir memaparkan pandangan ajaran agama bahwa memberdayakan rakyat kecil, atau masyarakat miskin merupakan sebuah keharusan. Karena menurutnya, ajaran agama islam mengatakan bahwa Tuhan bersama dengan orang susah. Haedar mengutip sebuah hadis Qudsi ;
« يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي . قَالَ : يَارَبِّ ،كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَاعَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ ، وَلَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ ؟ وَيَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ ، اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي . فَيَقُولُ : كَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا اسْتَطْعَمَكَ فَلَمْ تُطْعِمْهُ ، أَمَاعَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ؟ وَيَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي . فَيَقُولُ : أَيْ رَبِّ ، وَكَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعِزَّةِ ؟ فَيَقُولُ : أَمَاعَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلانًا اسْتَسْقَاكَ فَلَمْ تَسْقِهِ ، وَلَوْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي ؟ » .
Hai anak Adam, Aku telah sakit, tetapi engkau tidak menjenguk-Ku. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana cara saya menjenguk-Mu, sedangkan Engkau Tuhan penguasa alam semesta? Allah menjawab: Apakah engkau tidak mengetahui bahwa seorang hamba-Ku bernama Fulan sedang sakit tetapi engkau tidak mau menjenguknya. Sekiranya engkau mau menjenguknya, pasti engkau dapati Aku di sisinya.
Wahai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberikan makan kepada-Ku. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caranya saya memberi makan kepada-Mu, sedang Engkau Tuhan penguasa alam semesta? Allah berfirman: Ketahuilah, apakah engkau tidak peduli adanya seorang hamba-Ku, si Fulan, telah datang meminta makan kepadamu, tetapi engkau tidak memberinya makan. Ketahuilah, sekiranya engkau mau memberinya makan, pasti engkau akan menemukan balasannya di sisi-Ku.
Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberi-Ku minum. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caranya aku memberi-Mu minum, padahal Engkau Tuhan penguasa semesta alam? Allah berfirman: hamba-Ku, si Fulan, minta minum kepadamu tetapi engkau tidak mau memberinya minum. Ketahuilah, sekiranya engkau memberinya minum, pasti engkau akan menemui balasannya di sisi-Ku. [HR. Muslim]
Hadis ini mengungkapkan dialog antara Allah Swt. dengan hamba-Nya menggunakan kata-kata kiasan. Sebab Allah Swt. Mahasuci dari kekurangan dan kelemahan yang biasa menjadi sifat yang melekat pada makhluk.
“Dengan demikian orang-orang yang beriman ditumbuhkan semangatnya agar peduli dan bermurah hati membantu orang yang lapar atau kehausan atau orang yang sedang sakit dengan menjenguknya, jadi Allah mengajarkan untuk welas asih kepada sesama manusia, tutur Haedar.”
Kemudian Pendeta Sundoyo yang mewakili tokoh agama Protestan sekaligus sebagai Pembina Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YaKKUm), menceritakan peran dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) terhadap pemberdayaan kepada masyarakat.
menurutnya, YaKKUm telah berbuat banyak untuk membantu masyarakat miskin untuk mengakses kesehatan di fasilitas kesehatan milik GKI. Menurutnya, itu adalah aksi nyata dari GKI dalam menerapkan ajaran welas asih.
“Jadi GKI memiliki 13 rumah sakit, yang semuanya kami kelola untuk kepentingan masyarakat. Sekalipun aset yang dimiliki besar, tidak pernah kami berpikir untuk memanfaatkan aset tersebut untuk kepentingan pribadi dari Pendeta-pendeta protestan.”
Lalu dari Pembicara yang mewakili Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazizmu), Ahmad Mujadid Rais. Bercerita peranan Lazizmu dalam memberdayakan masyarakat miskin melalui pengelolaan dana Zakat, Infaq dan Sedekah yang bersumber dari penghimpunan dana publik.
Banyak program-program dari Lazizmu yang kemudian dapat mengangkat derajat masyarakat miskin atau mustahik menjadi muzaki. Menurutnya disitulah peran ajaran agama yang memberdayakan manusia.