Bencana Alam Susul-Menyusul,  Siap kah?

Bencana alam susul-menyusul sejak Gempa Cianjur (23/11) , Garut (3/12) dan sekarang (4/12)Erupsi Semeru. Sudah dilakukan dengan benar kah mitigasi dan kesiapan menghadapinya?

KESIAPAN  dan aksi mitigasi terhadap bencana alam termasuk gempa harus terus dilakukan mengingat wilayah Indonesia yang berada di “cincin api” Pasifik yang rawan terutama terhadap gempa.

Tiga tumbukan lempeng benua yakni Indo-Australia di selatan, Eurasia di utara dan Pasifik di sebelah timur yang merupakan rangkaian gunung api sepanjang 40-ribu km sewaktu-waktu bisa memicu bencana.

Lagi pula, sejauh ini belum ditemukan teknologi, misalnya untuk memastikan kapan gempa tepatnya akan terjadi, kecuali hanya memprediksi berdasarkan peta kerawanan lokasi termasuk jalur-jalur lokasi patahan lempeng.

Sejauh ini (sampai 4 Des.) tercatat 334 korban tewas dan delapan orang masih dalam pencarian  pasca gempa berkekuatan magnitudo 5,6 yang mengguncang 12 kecamatan di Kab. Cianjur, Jawa Barat, (21/11).

Selain korban meninggal dan terluka, sekitar 58,3 ribu warga mengungsi ke berbagai titik pengungsian atau numpang di rumah sanak-kerabat mereka, 8.151 bangunan rumah rusak berat, 10.589   rusak sedang dan 18.469 rusak ringan.

Selain itu, 525 bangunan sekolah, 269 tempat ibadah, 14 fasilitas kesehatan dan 17 gedung perkantoran juga mengalami kerusakan.

Air mata para penyintas yang kehilangan harta benda dan terlebih orang-orang terdekat mereka belum kering, begitu pula ketidaknyamanan dan dengan serba fasilitas minim  tinggal di pusat-pusat pengungsian di tengah ketidakpastian nasib mereka ke depan, termasuk menanti relokasi dan pembangunan rumah pengganti yang dijanjikan oleh pemerintah.

Puluhan kali gempa tektonik dengan Magnitudo lebih kecil terus menyusul pasca gempa Cianjur pada 23 Nov. termasuk yang lumayan besar (Magnitudo 6,1) pada 3 Des. Yang menyebabkan puluhan rumah di delapan kecamatan di Garut rusak.

Gunung Semeru 

Publik kembali tersentak saat gunung tertinggi di P. Jawa, Semeru mengalami erupsi dengan meluncurkan guguran awan panas dan abu pada Minggu (4/11) pukul 02:46 WIB sehingga ditetapkan dalam status Siaga Level IV.

Erupsi tersebut terjadi terjadi persis setahun setelah kejadian sama pada 4 Desember 2021 yang mengakibatkan sejumlah korban tewas tersengat awan panas dan ratusan warga mengungsi.

Dalam erupsi yang terjadi Minggu lalu, sejumlah desa di Kab. Lumajang yang terdampak a.l. Desa Sapiturang dan Sumberurip di Kec. Pronojiwo, Sumbersari di Kec. Rowokangkung, Penangal dan Sumberwuluh di Kec. Candipuro serta Desa  Pasirian di Kec. Pasirian.

Mitigasi dan kesiapan lebih serius perlu dilakukan dan disiapkan oleh institusi terkait, termasuk peralatan untuk mencari korban secepat mungkin, alat-alat yang diperlukan para penyintas, mulai dari tenda-tenda, kebutuhan sanitasi dan air terutama jamban umum, makanan, minuman serta peralatan, obat-obatan dan petugas medis.

Koordinasi penyaluran bantuan juga harus disiapkan, jangan sampai, bantuan salah sasaran, ada yang tidak menerima, ada yang berlebih-lebihan, apalagi sampai ditumpuk di gudang atau dijadikan bancakan oleh orang-orang yang tak berhak.

Seperti dalam kasus bencana gempa Cianjur, hingga beberapa hari, tenda-tenda bantuan belum tiba sehingga sebagian pengungsi terpaksa mengungsi ke kandang kambing atau mendirikan tenda seadanya di tengah dinginnya malam dan guyuran hujan.

Menimba pengalaman pengalaman bencana sebelumnya, penanganannya harus lebih baik lagi.