GAZA – Hamas menegaskan bahwa pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang telah disetujui oleh Israel merupakan syarat utama sebelum negosiasi lebih lanjut dapat berlangsung untuk memperkuat gencatan senjata di Gaza.
Pejabat senior Hamas, Bassem Naim, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan melanjutkan negosiasi tidak langsung dengan Israel kecuali syarat tersebut dipenuhi.
“Negosiasi tidak langsung dengan Israel hanya akan terjadi jika syarat mendasar dipenuhi, yaitu pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina seperti yang telah disepakati,” kata Naim, Senin (24/2/2025).
Ia menekankan bahwa para mediator, yaitu Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, harus memastikan Israel menjalankan kesepakatan yang telah dibuat, termasuk pembebasan para tahanan Palestina.
Pernyataan ini muncul setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina.
Gelombang ketujuh pertukaran tahanan dan sandera ini semula direncanakan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati oleh kedua pihak.
Menurut kantor Netanyahu, keputusan penundaan ini diambil sebagai respons terhadap tindakan Hamas yang dinilai sebagai provokatif.
Termasuk, penyelenggaraan upacara pembebasan sandera yang dianggap tidak menghormati mereka dan digunakan untuk kepentingan propaganda.
Israel juga mengajukan syarat bahwa pembebasan tahanan Palestina baru akan dilaksanakan jika ada jaminan dari para mediator bahwa Hamas tidak akan mengulangi tindakan serupa di masa mendatang.
Gencatan senjata antara Hamas dan Israel sendiri telah berlangsung sejak 19 Januari 2025, setelah kedua pihak mencapai kesepakatan pada 15 Januari, menyusul konflik berkepanjangan selama 15 bulan di Gaza. Namun, dengan adanya ketegangan terkait pembebasan tahanan, kelanjutan gencatan senjata ini bisa saja terancam.