Kisah Subiah, Pengungsi Rohingya Penghafal Quran

0
190

Subhanallah, siapa sangka di antara ratusan pengungsi Rohingya yang saat ini ditampung di TPI Kuala Cangkoi, Kecamatan Lapang, Aceh Utara, ternyata ada seorang perempuan hafidz 30 juz Alquran. Subiah (17) namanya. Ia mampu menghafal 30 juz Alquran sejak ia berusia 14 tahun. Berikut petikan cerita yang dimuat tribunnews.com, Kamis (28/5/2015).

Ia bersama ratusan imigran Rohingya lainnya yang berhasil diselamatkan oleh para nelayan Aceh Utara pekan lalu, kini menempati lokasi penampungan di TPI Kuala Cangkoi itu. Sama seperti imigran Rohingya lainnya yang ditampung di tempat itu, Subiah pun kerap terlihat bermuram durja.
Tak ada gurat ceria yang tampak di wajahnya.

Subiah yang memang tergolong sebagai seorang pemalu, seakan memendam kesedihan dan penderitaan yang mendalam atas nasib dan masa depannya yang tidak menentu sebagai imigran yang tertindas dan terusir dari negaranya, Myanmar.

Serambi yang difasilitasi Siska, Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT), berkesempatan bertemu dengan Subiah, Senin (25/5) sore, di lokasi pengungsian.
Tak banyak yang bisa diutarakan tentang kemampuannya tersebut, karena saat perbincangan memasuki tentang kemampuan dia menghafal Alquran, langsung terlihat raut wajah sedih dan hendak menangis.

“Kondisi dia memang trauma. Pernah kami suruh menghafal Surat Yasin saja beberapa hari lalu, walaupun dia melakukanya. Tapi tiba-tiba dia menangis, bahkan sampai pingsan. Ini bisa terjadi karena saat mengaji, timbul rasa ketakutan luar biasa, sebab di negaranya tersebut bila kedapatan ada yang belajar Alquran langsung dibunuh,” ujar Riska.

Melihat kondisi Subiah seperti itu, perbincangan Serambi pun diarahkan terhadap senangnya dia selama berada di Aceh.
Namun berdasarkan keterangan yang diperoleh Siska beberapa hari lalu, kalau Subiah sudah mampu menghafal 30 juz Alquran sejak berumur 14 tahun.
Meskipun dia belajar Alquran secara sembunyi-sembunyi dan harus dibacakan dengan suara pelan.

Selama berada di tanah air, tempat kelahirannya di Myanmar yang mayoritas penduduknya menganut agama Buddha, Subiah mengaku belajar kitab suci Alquran secara sembunyi-sembunyi.

Kondisi ini sepintas sama persis dengan apa yang dialami oleh umat muslim Mekkah ketika periode awal Islam pada era Rasulullah dulu.
Subiah mengaku sudah menikah dengan seorang laki-laki sesama warga Rohingya ketika ia menginjak usia 15 tahun. Namun setelah kira-kira satu tahun usia perkawinan dirajut bersama sang suami, ia pun ditinggal pergi oleh suami tercinta yang berangkat ke Malaysia untuk bekerja.

Karena itulah, menurut penuturannya kepada Siska, pada awalnya ia ingin berangkat ke Malaysia untuk menemui suaminya.
“Awalnya ia hanya ingin berangkat menyusul suami ke Malaysia. Tapi akhirnya bersama perahu yang juga membawa ratusan imigran Rohingya lainnya terdampar di Aceh,” ungkap Siksa, mengutip cerita Subiah kepada dirinya.

Saat ini, tak banyak yang bisa dilakukan Subiah di lokasi pengungsian di TPI Kuala Cangkoi, Lapang, Aceh Utara, selain menghabiskan hari-hari yang terasa panjang bersama ratusan pengungsi lainnya. Ia mengaku kerap merindukan dan ingin bertemu dengan sang suami tercinta, guna menyatukan kembali hati mereka dalam kehidupan biduk rumah tangga yang baru mereka bina itu.

Keinginan Subiah untuk bertemu dengan suaminya, boleh jadi akan terwujud jika pemerintah Indonesia dan Malaysia segera melaksanakan program reunifikasi untuk mempertemukan sanak keluarga imigran Rohingya, yang saat ini tersebar di kedua negara anggota ASEAN tersebut.
seperti Subiah yang kini terdampar di Aceh (Indonesia), sementara suaminya ditampung di

Demikian pula sebaliknya, ada pengungsi yang istrinya di Malaysia, sementara sang suami di Indonesia. Program reunifikasi menurut rencana nanti akan difasilitasi oleh IOM.

Advertisement div class="td-visible-desktop">

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here